Kajari Depok Raih Dua Penghargaan Atas Peran Pemulihan Keuangan Daerah
adainfo.id – Kepala Kejaksaan Negeri Depok, Silvia Desty Rosalina, menerima dua penghargaan dari Badan Keuangan Daerah (BKD) Kota Depok dan BPJS Ketenagakerjaan Cabang Depok pada Kamis (17/07/2025).
Penghargaan tersebut diberikan atas kontribusinya dalam merealisasikan pemulihan keuangan dan piutang iuran melalui bantuan hukum non-litigasi.
Bantuan hukum tersebut menunjukkan kolaborasi hukum yang strategis dan efektif.
Penghargaan pertama yang diserahkan oleh Kepala BKD Depok kepada Silvia menunjukkan dedikasi dan kolaborasi dalam pemanggilan wajib pajak dan badan usaha sepanjang tahun 2024.
Berkat peran Jaksa Pengacara Negara (JPN) dari Kejari Depok, ditemukan pemulihan keuangan daerah senilai Rp 18.219.077.216.
Ini menunjukkan bahwa penegakan hukum proaktif tidak hanya menegakkan legalitas, tetapi bermanfaat nyata dalam meningkatkan pendapatan daerah dan mendukung pelayanan publik.
Penghargaan kedua datang dari BPJS Ketenagakerjaan Cabang Depok, yang mengapresiasi Silvia atas keberhasilan menagih piutang iuran dari badan usaha lokal.
JPN Kejari melakukan pemanggilan terhadap perusahaan-perusahaan yang menunggak selama semester I 2025, dan berhasil mewujudkan realisasi sebesar 102,58%, dengan predikat “Sangat Baik”.
Prestasi ini mencerminkan sinergi efektif antara Kejari dan BPJS Ketenagakerjaan dalam melindungi hak pekerja serta menegakkan aturan jaminan sosial ketenagakerjaan.
Sinergi Strategis Penegakan Hukum Non-Litigasi
Dua penghargaan tersebut bukan sekadar wujud penghargaan simbolis, tapi menunjukkan model strategis kerjasama non-litigasi dalam penegakan hukum administrasi dan perpajakan.
Dengan menggunakan skema seperti; surat kuasa khusus dari instansi ke Jaksa Pengacara Negara, mediasi dan panggilan formal, serta relasi hukum yang bersifat preventif, terbukti telah mampu mendongkrak penerimaan daerah dan kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum.
Keberhasilan Kejaksaan Negeri (Kejari) Depok dalam memulihkan keuangan daerah dan piutang iuran BPJS Ketenagakerjaan bukan sekadar pencapaian administratif.
Di balik angka nominal yang tampak di atas kertas, terdapat dampak nyata yang dirasakan langsung oleh berbagai lapisan masyarakat, mulai dari pemerintah daerah hingga kalangan pekerja dan dunia usaha.
Anggaran daerah yang berhasil dipulihkan melalui skema bantuan hukum non-litigasi oleh Jaksa Pengacara Negara (JPN) Kejari Depok mencapai lebih dari Rp18,2 miliar.
Angka ini bukan angka kecil bagi keuangan daerah, terlebih di tengah meningkatnya kebutuhan anggaran untuk sektor-sektor publik yang vital.
Dengan dana sebesar itu, pemerintah daerah kini memiliki ruang fiskal lebih luas untuk mengalokasikan anggaran ke bidang-bidang strategis, seperti layanan kesehatan, infrastruktur jalan dan drainase, hingga penguatan sistem pendidikan.
Dana tersebut juga bisa menjadi cadangan anggaran darurat atau menopang program sosial yang menyentuh masyarakat akar rumput.
Dalam konteks post-pandemi dan pemulihan ekonomi, tambahan keuangan seperti ini adalah suntikan penting bagi kesinambungan pembangunan daerah.
Lebih dari itu, kolaborasi antara Kejari dan Badan Keuangan Daerah (BKD) ini juga menunjukkan efektivitas model penegakan hukum berbasis restoratif yang tidak berujung pada kriminalisasi, melainkan solusi administratif yang mendorong keberlanjutan.
Di sisi lain, langkah proaktif Kejari Depok dalam membantu pemulihan piutang iuran BPJS Ketenagakerjaan juga berdampak signifikan terhadap jaminan sosial tenaga kerja.
Dengan tingkat realisasi sebesar 102,58 persen sepanjang semester I tahun 2025, dana iuran yang seharusnya disetorkan oleh perusahaan dapat kembali ke sistem, sehingga hak pekerja atas perlindungan sosial tetap terjaga.
Iuran BPJS Ketenagakerjaan adalah pintu masuk bagi pekerja untuk mendapatkan perlindungan terhadap risiko-risiko kerja, seperti kecelakaan, kematian, dan pensiun.
Keterlambatan atau kegagalan badan usaha dalam memenuhi kewajiban ini sejatinya merupakan bentuk pelanggaran hak buruh.
Oleh karena itu, keberhasilan Kejari Depok dalam menindaklanjuti badan usaha yang menunggak menjadi penyelamat bagi ribuan tenaga kerja di Kota Depok.
Pekerja yang sebelumnya terancam kehilangan akses perlindungan kini bisa bernapas lega, karena iuran yang menjadi hak mereka telah diamankan oleh negara.
Ini menunjukkan bahwa kehadiran negara memang benar-benar dirasakan oleh kalangan buruh, tak hanya di wacana tetapi juga dalam perlindungan konkret di lapangan.
Selain itu, Kejari Depok pun berhasil mengirimkan sinyal tegas namun konstruktif bahwa kepatuhan terhadap aturan pajak dan iuran bukan lagi opsi, melainkan kewajiban.
Melalui pendekatan non-litigasi, pelaku usaha diajak untuk menyelesaikan kewajiban mereka secara administratif, tanpa harus melalui proses hukum panjang yang bisa mengganggu stabilitas usaha.
Pendekatan ini menciptakan iklim usaha yang lebih sehat dan berkeadilan. Perusahaan-perusahaan yang patuh tidak dirugikan oleh kompetitor yang menghindari kewajiban.
Di sisi lain, perusahaan yang sebelumnya lalai mendapat kesempatan untuk memperbaiki diri tanpa terjerat proses pidana yang mematikan usaha.
Efek jangka panjang dari pendekatan ini adalah terbentuknya ekosistem ekonomi lokal yang akuntabel, transparan, dan berbasis aturan.
Sebuah fondasi penting untuk mendorong investasi daerah yang sehat dan pembangunan berkelanjutan.
Lebih luas lagi, keberhasilan ini merupakan cerminan nyata dari kekuatan sinergi lintas lembaga—antara aparat penegak hukum, pemerintah daerah, dan lembaga sosial seperti BPJS.
Ketika semua pihak berjalan seirama dan mengedepankan kepentingan publik, maka hasil yang dicapai bukan hanya administrasi yang tertib, melainkan dampak langsung bagi rakyat dan keberlanjutan pemerintahan yang baik.
Dengan demikian, peran Kejari Depok patut diapresiasi bukan hanya sebagai aparat penegak hukum, tetapi juga sebagai agen perubahan yang turut mendorong reformasi pelayanan publik, akuntabilitas fiskal, dan jaminan sosial bagi seluruh lapisan masyarakat.
Sementara itu, Kasi Datun Kejari Depok, Tri Sumarni,mengatakan bahwa capai ini merupakan bukti kolaborasi antar pemangku kepentingan
“Pecapaian ini dapat dilakukan karena adanya kepercayaan dari Dinas BKD Kota Depok dan BPJS Depok kepada Kejaksaan Negeri Depok dalam pemulihan keuangan daerah melalui Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara”, ujar Tri.
Tri Sumarni pun menambahkan bahwa keberhasilan Datun Kejari Depok tidak lepas dari bimbingan Kajari Depok, Silvia Desty Rosalina.
“Terima kasih kepada Ibu Kajari Depok yang telah mendampingi kami dalam tugas Bidang Datun, dan selamat atas jabatan barunya sebagai Asisten Pembinaan pada Kejaksaan Tinggi Jawa Timur” tambah Tri.
Silvia Tinggalkan Legacy Penting untuk Kejaksaan Depok
Penghargaan ini menjadi penegasan atas performa Silvia Desty Rosalina. Meski telah dimutasi pada awal Juli 2025 menjadi Asisten Pembinaan di Kejati Jatim, prestasinya di Depok tetap menjadi tonggak penting dalam pengelolaan keuangan daerah dan sistem jaminan sosial.
Di tengah tantangan penegakan hukum dan rendahnya tingkat kepatuhan fiskal di berbagai daerah, pendekatan Kejari Depok menjadi rujukan yang relevan.
Pemerintah daerah lain dapat menjadikan ini sebagai contoh untuk memperkuat peran JPN dalam pengembalian piutang negara maupun penagihan pajak daerah.
Skema non-litigasi terbukti tak hanya lebih cepat, tetapi juga menjaga hubungan baik dengan para wajib pajak dan pelaku usaha yang ingin menyelesaikan kewajiban mereka secara bertanggung jawab.
Dibanding menempuh jalur pengadilan yang panjang dan berbiaya besar, skema mediasi yang ditawarkan Kejari justru membuka ruang dialog.
Skema seperti ini menunjukkan kehadiran negara yang cerdas dan solutif—memberikan jalan keluar bagi persoalan administrasi keuangan tanpa mengorbankan efektivitas penegakan hukum.
Capaian tersebut tidak akan bermakna bila tidak disertai transparansi kepada publik.
Oleh sebab itu, BKD Kota Depok bersama BPJS Ketenagakerjaan diharapkan dapat mempublikasikan laporan tahunan mengenai realisasi pemulihan keuangan dan piutang yang ditangani melalui mekanisme bantuan hukum.
Publik berhak tahu sejauh mana kinerja pemerintah dalam mengamankan keuangan daerah dan memberikan perlindungan sosial yang layak bagi seluruh lapisan masyarakat.
Selain menjadi laporan akuntabilitas, keterbukaan informasi ini juga akan menjadi pendorong bagi badan usaha agar lebih disiplin dalam membayar pajak dan iuran.
Di sisi lain, kasus-kasus penunggakan pajak dan iuran yang harus diselesaikan melalui pemanggilan JPN sebenarnya bisa ditekan jika pemerintah, melalui kementerian teknis atau pemerintah daerah, memperkuat regulasi yang bersifat proaktif.
Artinya, skema pelaporan dan pelacakan utang pajak harus dibarengi dengan peringatan sistematis dan digitalisasi sistem keuangan daerah.
Teknologi bisa menjadi alat deteksi dini untuk mencegah penunggakan terlalu lama.
Tak kalah penting adalah pembangunan kultur kepatuhan sejak dini, terutama di sektor UMKM dan perusahaan menengah yang kerap abai karena minimnya edukasi perpajakan dan jaminan sosial.
Regulasi yang adaptif dan disertai edukasi menyeluruh bisa menjembatani jurang ini.
Langkah BKD dan BPJS memberikan penghargaan kepada Kejari Depok perlu diapresiasi lebih dari sekadar simbolis.
Penghargaan seperti ini merupakan insentif moral yang sangat penting untuk menjaga semangat reformasi birokrasi dan pemberantasan korupsi, khususnya di bidang keuangan daerah.
Institusi lain, mulai dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), hingga Dinas Pendapatan dan Direktorat Jenderal Pajak daerah, bisa mengadopsi skema penghargaan serupa.
Aparat yang bekerja dalam diam, yang mampu mengembalikan miliaran rupiah uang negara tanpa harus menimbulkan kegaduhan, layak diberikan panggung untuk dihormati.
Prestasi Kejari Depok adalah bukti nyata dari fungsi Jaksa Pengacara Negara yang sering kali terabaikan.
Dalam kerangka hukum tata negara, JPN bukan hanya bertugas mewakili negara dalam perkara litigasi, melainkan juga dalam penyelamatan aset, pemulihan piutang negara, dan pendampingan hukum non-litigasi terhadap pemerintah.
Sudah saatnya peran JPN ini dikukuhkan dalam sistem anggaran daerah dan didorong menjadi bagian integral dari perencanaan keuangan nasional. Keberadaan mereka bukan pelengkap birokrasi, tetapi penjamin keberlanjutan fiskal negara.
Realisasi pemulihan iuran BPJS oleh Kejari Depok bukan hanya menyangkut angka statistik. Ini adalah perlindungan konkret bagi ribuan pekerja di Kota Depok yang kini bisa mengakses layanan jaminan sosial secara penuh—mulai dari jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, hingga jaminan kematian.
Tak sedikit pekerja informal atau pekerja rendahan yang tidak memiliki posisi tawar untuk menuntut haknya.
Maka, kehadiran negara melalui jaksa sebagai pengacara rakyat adalah bentuk perlindungan yang nyata. Tanpa ini, akses terhadap jaminan sosial hanya akan menjadi retorika, bukan realitas.
Penghargaan yang diterima Kejari Depok bukan sekadar bentuk pengakuan formal, namun menandakan kembalinya kepercayaan publik terhadap fungsi jutaan penegak hukum di Indonesia.
Kolaborasi proaktif melalui non-litigasi berhasil meningkatkan pendapatan daerah Rp 18,2 miliar dan membantu pendanaan BPJS melalui realisasi iuran yang konsisten.
Model ini semestinya menjadi acuan nasional dalam menggalang kembali potensi fiskal dan pengelolaan sosial, melalui keadilan hukum, mitigasi beban hukum, dan keberhasilan pelayanan publik.