Kejari Depok Tahan Petinggi Bank BRI

AG
Penyidik Kejari Depok saat konferensi pers penahanan tersangka kasus korupsi kredit fiktif BRI, Rabu (06/08/25) (foto: adainfo.id)

adainfo.id – Kejaksaan Negeri (Kejari) Depok resmi menahan dua orang tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait pemberian fasilitas kredit investasi senilai Rp 5 miliar oleh Bank Rakyat Indonesia (BRI) Cabang Jakarta Menara Brilian untuk pembelian gudang di wilayah Cinere, Kota Depok.

Penahanan dilakukan pada Rabu (6/8/2025) setelah proses penyidikan oleh Seksi Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Depok dinyatakan cukup bukti.

Dua tersangka yang ditahan adalah AS, Direktur PT Kayarasa Inti Nusantara, dan AE, pegawai BRI yang menjabat sebagai Relationship Manager di Cabang Jakarta Menara Brilian.

Keduanya diduga berperan aktif dalam merekayasa data dan memanipulasi proses persetujuan kredit untuk memperoleh dana investasi secara melawan hukum.

Kronologi Kasus Kredit Fiktif

Dalam konferensi pers yang digelar Kejari Depok, Plt. Kasi Intelijen Andi Tri Saputro menjelaskan bahwa perkara ini bermula dari pengajuan kredit investasi oleh tersangka AS.

Pengajuan tersebut ditujukan untuk pembelian gudang di wilayah Cinere, namun dari hasil penyidikan, ditemukan bahwa prosesnya tidak sesuai ketentuan dan penuh manipulasi.

“Tersangka AS mengajukan kredit Rp 5 miliar dan menyertakan data usaha serta keuangan yang direkayasa, seolah-olah tempat usaha tersebut adalah miliknya,” terang Andi didampingi Plt. Kasi Pidsus Dimas Praja dan Kasubsi Intelijen Richard.

Menurut Dimas Praja, AE sebagai Relationship Manager berperan penting dalam meloloskan kredit, bahkan melakukan appraisal fiktif atas harga bangunan yang menjadi objek pembelian.

“Tersangka AE menilai harga rumah senilai Rp 8,2 miliar, padahal nilai jual sebenarnya hanya Rp 3,7 miliar,” ungkap Dimas.

Manipulasi ini dilakukan agar pencairan dana kredit dapat dilakukan maksimal. AE juga meminta AS melakukan transfer Sharing Dana Sendiri (SDS) sebesar Rp 3 miliar ke rekening penjual sebagai syarat pencairan.

Namun ternyata, dana tersebut hanya digunakan sebagai formalitas dan ditarik kembali oleh tersangka AS.

Setelah proses pencairan disetujui, BRI mencairkan dana kredit Rp 5 miliar ke penjual rumah.

Namun, dalam praktiknya, penjual hanya menerima Rp 3,7 miliar sesuai kesepakatan awal dengan AS. Sisa Rp 1,3 miliar diduga dinikmati secara pribadi oleh AS.

Skema ini disebut sebagai bentuk korupsi yang melibatkan hubungan kolutif antara pemohon kredit dan petugas bank, serta pemanfaatan sistem perbankan untuk menyalurkan dana negara secara tidak sah.

“AS berpura-pura membayar uang muka ke penjual, padahal dana itu hanya berputar untuk meyakinkan bank,” jelas Dimas.

Lebih lanjut, Kejaksaan menyatakan bahwa berdasarkan hasil audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Jawa Barat, negara mengalami kerugian senilai Rp 5 miliar, yang merupakan total pencairan kredit yang seharusnya tidak layak diberikan.

“Kredit itu tidak memenuhi syarat kelayakan, dan seluruh dana yang dicairkan dinyatakan sebagai kerugian negara,” tegas Dimas.

Atas perbuatannya, kedua tersangka dikenakan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dalam UU No. 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang penyertaan tindak pidana.

Penahanan Tersangka dan Penyitaan Aset

Tersangka AE kini resmi ditahan di Rutan Kelas I Depok selama 20 hari ke depan untuk kepentingan penyidikan lanjutan.

Sementara AS belum ditahan oleh Kejari karena saat ini masih menjalani masa tahanan dalam kasus pidana umum penipuan di tempat yang sama.

“Kami juga telah menyita rumah yang dibeli dari dana hasil pencairan kredit berdasarkan izin dari Pengadilan Negeri Depok,” tambah Andi.

Kejari Tegaskan Komitmen Berantas Korupsi Perbankan

Kepala Kejari Depok melalui timnya menegaskan bahwa pihaknya akan terus memantau dan menyelidiki dugaan-dugaan penyimpangan kredit lainnya, terutama yang melibatkan uang negara atau fasilitas dari bank milik negara.

“Kami tidak segan menindak siapapun, baik dari pihak pemohon maupun internal perbankan, yang terlibat dalam praktik korupsi,” ujar Dimas.

Kejaksaan juga membuka ruang bagi masyarakat atau whistleblower yang mengetahui indikasi penyalahgunaan dana kredit bank untuk melapor secara resmi.

BSP GROUP

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *