Kolaborasi Akademisi dan Desa Kembangkan Wisata Budaya Kaliuda di Sumba Timur
adainfo.id – Di Sumba Timur, Desa Kaliuda sejak lama dikenal sebagai sentra tenun tradisional dengan ragam motif otentik yang diwariskan turun-temurun.
Tenun ini bukan sekadar hasil karya seni, melainkan juga bagian dari identitas yang menyimpan nilai dan sejarah komunitas lokal.
Melalui setiap helai benang, tercermin kisah panjang leluhur yang terus dirawat hingga kini.
Tenun Kaliuda memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat, mulai dari fungsi adat hingga simbol status sosial.
Namun, di tengah arus modernisasi, keberlanjutan tradisi ini menghadapi tantangan besar.
Karena itu, penguatan komunitas menjadi kunci agar warisan budaya tidak sekadar bertahan, tetapi juga berdaya secara ekonomi.
Kolaborasi untuk Pariwisata Berbasis Komunitas
Pada September ini, Tim Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat dari Direktorat Pengabdian dan Inovasi Sosial (DPIS), Universitas Indonesia (UI), hadir di Kaliuda untuk melaksanakan program pengabdian masyarakat.
Fokus utama kegiatan adalah mendampingi pengembangan pariwisata berbasis komunitas atau Community Based Tourism (CBT).
Program ini diketuai oleh Dr. Hendra Kaprisma, Ketua Tim Pengmas DPIS UI sekaligus Ketua Tim Ekspedisi Patriot UI untuk lokus Sumba Timur.
Ia didampingi dua dosen Fakultas Ilmu Budaya UI, yakni Dr. Suma Riella Rusdiarti dan Diah Kartini Lasman, M.Hum.
Kemudian juga dengan dua mahasiswa, Sadina Aimee Prasetya dan Najwa ‘Dhya Ulhaq Utama Sihombing.
“Pengembangan pariwisata berbasis komunitas sangat penting agar masyarakat setempat tidak hanya menjadi penonton, tetapi juga aktor utama dalam mengelola potensi wisata mereka,” ujar Hendra dalam keterangannya, Kamis (02/10/2025).
“Dengan begitu, manfaat ekonomi, sosial, dan budaya bisa dirasakan langsung oleh warga,” sambung Hendra.
Pemetaan Potensi dan Penguatan Kapasitas
Program pengabdian masyarakat ini tidak berhenti pada teori. Tim DPIS UI menjalankan sejumlah kegiatan konkret, mulai dari pemetaan potensi wisata, pelatihan pemandu lokal, hingga promosi digital.
Selain itu, penguatan narasi budaya juga menjadi fokus, agar setiap kunjungan wisatawan memiliki pengalaman yang lebih bermakna.
Masyarakat dilibatkan secara aktif, terutama dalam pengelolaan homestay, kuliner, hingga paket wisata berbasis budaya tenun.
Dengan demikian, pengembangan pariwisata tidak hanya berfokus pada destinasi, tetapi juga pada keterlibatan langsung warga sebagai bagian dari rantai ekonomi kreatif.
Kolaborasi ini turut mendapatkan sambutan positif dari pemerintah desa setempat.
Kepala Desa Kaliuda, Khristanto Umbu Windi, menyampaikan apresiasi tinggi terhadap keterlibatan perguruan tinggi dalam mendukung pengembangan desa.
“Kami sadar bahwa potensi wisata di Kaliuda tidak bisa dikembangkan sendiri. Desa Kaliuda memiliki kekayaan budaya, tetapi masih kurang dikenal. Pendampingan dari UI memberi semangat baru bagi kami untuk mengelola desa secara berkelanjutan,” tutur Khristanto.
Khristanto menambahkan, program ini diharapkan mampu mengantar Kaliuda menuju destinasi wisata budaya yang berkelanjutan, ramah lingkungan, sekaligus membawa manfaat ekonomi bagi warga.
“Harapan kami, program ini bisa menjadi langkah awal agar Kaliuda menjadi destinasi wisata budaya yang ramah lingkungan, memberi manfaat ekonomi, dan tetap menjaga tradisi,” tutur Khristanto.
Menjaga Tradisi, Membuka Peluang
Dengan adanya pendampingan dari tim akademisi, masyarakat Kaliuda kini memiliki ruang lebih luas untuk mengekspresikan kreativitas sekaligus mengelola potensi desa mereka.
Tenun tidak hanya dipandang sebagai kerajinan tradisional.
Melainkan juga sebagai pintu masuk pariwisata yang mampu menarik minat wisatawan domestik maupun mancanegara.
Langkah ini sekaligus memperkuat posisi Desa Kaliuda sebagai pelopor pengembangan wisata berbasis komunitas di Nusa Tenggara Timur.
Melalui pendekatan berkelanjutan, diharapkan program ini bisa menjadi contoh inspiratif bagi desa-desa lain untuk mengelola potensi lokal mereka dengan cara yang serupa.
Yakni ramah lingkungan, menyejahterakan masyarakat, dan tetap menjaga kekayaan budaya.