Krisis Murid di SMA Muhammadiyah 1 Depok, Imbas Kebijakan Dedi Mulyadi?
adainfo.id – SMA Muhammadiyah 1 Depok tengah menghadapi krisis murid yang cukup mengkhawatirkan pada tahun ajaran baru 2025–2026.
Dari total pendaftaran yang masuk, hanya lima murid yang mendaftar, dan satu di antaranya tidak ada kabar sampai proses belajar mengajar berlangsung.
Akibatnya, hanya empat siswa yang resmi menjadi bagian dari sekolah tersebut.
Hal ini diungkapkan langsung oleh Wakil Kepala Sekolah, Muhammad Zakaria, yang menyampaikan bahwa kondisi ini adalah salah satu dampak serius dari kebijakan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, terkait rombongan belajar (rombel) di sekolah negeri.
“Alhamdulillah mendapatkan murid yang tentunya menurut saya walaupun sedikit tapi berkualitas,” ujar Zakaria saat ditemui awak media, Selasa (22/07).
Murid Sedikit, Semangat Besar
Meskipun jumlah siswa sangat minim, Zakaria tetap menyimpan optimisme tinggi.
Ia menyebut bahwa empat siswa yang masuk memiliki semangat belajar luar biasa dan dinilai setara dengan 50 siswa lainnya.
“Karena semangatnya tuh sangat luar biasa,” tambahnya.
Menurutnya, persoalan krisis murid ini bukan hanya terjadi di SMA Muhammadiyah 1 Depok, tapi hampir seluruh sekolah swasta di Provinsi Jawa Barat mengalami nasib serupa.
Kebijakan Rombel Jadi Pemicu Utama
Zakaria menyoroti kebijakan Dedi Mulyadi, yang menetapkan satu rombel di sekolah negeri diisi oleh 50 siswa.
Kebijakan ini menurutnya sangat berdampak pada sekolah-sekolah swasta.
“Tapi mohon maaf kepada Kang Dedi ini selaku Gubernur Jawa Barat, kebijakan bapak yang menerapkan di sekolah negeri 1 rombel 50 siswa menyebabkan sekolah-sekolah swasta di seluruh Jawa Barat, terutama di sekolah kami SMA Muhammadiyah 1 Depok berkurang muridnya,” bebernya.
Ia menjelaskan bahwa sebelumnya, sekolah negeri hanya menerima 30–35 siswa per rombel.
Ini memberikan ruang bagi sekolah swasta untuk menampung siswa yang tidak tertampung di sekolah negeri. Namun kini, kuota besar di negeri mengikis peluang tersebut.
Dedikasi Tanpa Pamrih
Di tengah krisis ini, Zakaria menegaskan bahwa pengabdiannya di dunia pendidikan tidak dilandasi oleh materi, melainkan semangat membangun generasi emas Indonesia tahun 2045.
“Saya mengajar di sini bukan karena harta, bukan karena materi, tapi semata-mata ingin mengabdikan diri kepada negara,” paparnya.
Upaya dan Harapan dari Sekolah
Meski PPDB telah ditutup, pihak sekolah tetap membuka pendaftaran bagi siswa yang ingin pindah dari sekolah lain. Mereka terus berikhtiar dan berdoa agar kondisi ini segera membaik.
“Dari pihak sekolah, yang pertama adalah doa, yang kedua ikhtiar, karena usaha tanpa dibarengi doa itu mustahil,” terangnya.
Zakaria berharap agar kebijakan rombel 50 siswa di sekolah negeri dapat dikaji ulang, terutama dalam mempertimbangkan dampaknya terhadap sekolah swasta.
“Saya dukung 100 persen kebijakan Bapak Dedi Mulyadi, tapi tolong dikaji dulu di swasta dampaknya seperti apa,” katanya.
Sekolah Swasta Butuh Perlindungan Kebijakan
Menurut Zakaria, banyak orang tua dari kalangan tidak mampu yang memilih sekolah negeri karena biaya sekolah swasta yang relatif tinggi.
Hal ini menyebabkan sekolah swasta kehilangan basis muridnya secara drastis.
Ia meminta agar Pemerintah Provinsi Jabar juga mengatur keseimbangan dalam distribusi siswa antara negeri dan swasta.
“Okelah kalau di negeri dulu, di sekolah swasta mahal nggak mampu, akhirnya yang jarak dekat itu nggak bisa sekolah karena kuotanya terbatas, jadi anak-anak dapat sekolah di negeri, tapi tolong diperhatikan di swasta juga,” ungkapnya.