Krisis Sampah di Bawah Jembatan Pamengkang: Sungai Tercemar, Solusi Mandek
adainfo.id – Tumpukan sampah di bawah Jembatan Pamengkang, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon, telah menjadi potret buram dari persoalan lingkungan yang belum kunjung menemukan penyelesaian. Sungai yang seharusnya menjadi sumber kehidupan dan penggerak ekosistem lokal, kini justru berubah menjadi tempat pembuangan sampah yang menyedihkan.
Limbah plastik, botol minuman, popok bayi, hingga sisa-sisa rumah tangga menumpuk di aliran sungai, menghambat jalannya air dan mengeluarkan bau tak sedap.
Krisis sampah di Jembatan Pamengkang bukan hanya mencederai estetika lingkungan, tapi juga mengancam kesehatan warga sekitar.
Mirisnya, sebagian besar sampah bukan hanya berasal dari warga lokal, melainkan dari para pengguna jalan yang dengan sengaja membuang sampah dari atas jembatan saat melintas.
Himbauan Sudah Dilakukan, Tapi Tak Digubris
Kepala Desa Pamengkang, Kosasih yang akrab disapa Kuwu Ujang, mengaku tidak tinggal diam. Ia bersama perangkat desa sudah berulang kali melakukan berbagai upaya pencegahan dan edukasi.
Sosialisasi dilakukan lewat pengeras suara, pemasangan spanduk peringatan, hingga keliling langsung ke pemukiman warga. Namun sayangnya, tingkat kesadaran masih jauh dari harapan.
“Sudah kami umumkan lewat pengeras suara, pasang spanduk, dan kami juga keliling langsung, tapi tetap saja ada yang buang ke sungai,” ujar Kuwu Ujang, Senin (30/6/2025).
Berulang kali pihak desa menyediakan Tempat Pembuangan Sementara (TPS) sebagai solusi, namun selalu terbentur penolakan warga.
Ketika TPS dipasang dekat kompleks makam, warga menolak karena alasan bau. Saat lokasi dipindahkan dekat SMP, giliran pihak sekolah menolak karena dianggap mengganggu proses belajar-mengajar.
“Kami sudah coba berbagai tempat, tapi selalu ditolak. Di sisi lain, kami tak punya banyak lahan kosong untuk pengelolaan sampah,” tambahnya.
Dilema Pemerintah Desa: Fasilitas Terbatas, Beban Besar
Pemerintah Desa Pamengkang kini berada dalam posisi yang serba salah. Di tengah keterbatasan fasilitas dan anggaran, mereka harus menghadapi rendahnya kepedulian warga terhadap kebersihan lingkungan. Bahkan, beberapa warga justru menganggap bahwa saat hujan turun, air akan membawa sampah pergi begitu saja. Sebuah mentalitas yang menggambarkan betapa rendahnya literasi lingkungan di tingkat akar rumput.
“Karena nggak ada TPS ya buangnya ke sungai. Nanti juga kalau hujan, hanyut sendiri,” ujar salah satu warga yang tertangkap kamera tengah membuang sampah dari atas jembatan.
Fenomena ini mencerminkan minimnya kesadaran lingkungan serta lemahnya upaya edukasi tentang dampak jangka panjang dari pencemaran sungai. Selain mencemari air dan merusak ekosistem, tumpukan sampah juga menjadi sumber penyakit, menimbulkan bau busuk, serta menyumbat saluran air yang bisa menyebabkan banjir lokal saat musim hujan tiba.
Ketika Sungai Tak Lagi Menjadi Sumber Kehidupan
Aliran sungai yang tercemar tidak hanya merugikan secara ekologis, tetapi juga sosial dan ekonomi. Air sungai yang dulunya dimanfaatkan untuk pertanian kini tak lagi bisa digunakan. Nelayan sungai juga kehilangan penghasilan karena populasi ikan menurun drastis. Padahal, dalam konteks wilayah pesisir seperti Pamengkang, keberadaan sungai memiliki fungsi penting sebagai pendukung kehidupan masyarakat desa.
Krisis sampah di Jembatan Pamengkang seakan mencerminkan kegagalan kolektif—baik dari sisi peran pemerintah, masyarakat, hingga stakeholder lainnya. Banyak warga merasa ini adalah tanggung jawab pemerintah, sementara pemerintah desa mengeluhkan keterbatasan wewenang dan anggaran.
“Kami tidak mungkin biarkan sungai terus tercemar. Ini bukan hanya soal pemandangan yang kotor, tapi juga menyangkut kesehatan warga,” tegas Kuwu Ujang.
Butuh Sinergi dan Aksi Nyata Semua Pihak
Persoalan sampah di Pamengkang tidak akan selesai jika hanya dibebankan kepada pemerintah desa. Butuh sinergi antara warga, pemerintah kabupaten, komunitas pecinta lingkungan, dan juga dinas teknis seperti DLH (Dinas Lingkungan Hidup) dan BPBD. Program penanganan sampah berbasis masyarakat, pembentukan bank sampah, hingga revitalisasi budaya bersih lingkungan bisa menjadi solusi jangka menengah hingga panjang.
Namun untuk tahap awal, edukasi menyeluruh dan konsistensi dalam pengawasan menjadi kunci utama. Pemerintah kabupaten juga bisa mendorong kolaborasi dengan sektor swasta atau CSR perusahaan sekitar untuk membangun TPS terpadu atau sistem pengangkutan sampah yang lebih tertib.
Pemerintah Kabupaten Harus Turun Tangan
Masyarakat berharap agar Pemerintah Kabupaten Cirebon tidak tinggal diam melihat krisis lingkungan yang terjadi di wilayah pinggiran ini. Jembatan Pamengkang bukan hanya akses vital, tetapi juga titik penting yang menghubungkan berbagai kegiatan sosial dan ekonomi. Jika dibiarkan tercemar dan kumuh, maka hal ini dapat menurunkan kualitas hidup masyarakat serta memperburuk citra daerah.
Dukungan anggaran, penyediaan TPS permanen, pembinaan masyarakat, dan integrasi sistem pengelolaan sampah menjadi kebutuhan mendesak saat ini. Dalam jangka panjang, pembangunan TPS 3R (Reduce, Reuse, Recycle) dan pemberdayaan UMKM daur ulang sampah juga bisa menjadi solusi strategis.