Layanan Kesehatan Masuk Prioritas Program JKN, Skizofrenia Dominasi Kasus

ARY
Ilustrasi pelayanan kesehatan jiwa di fasilitas kesehatan untuk peserta JKN. (Foto: Unsplash/Marcel Strauß)

adainfo.id – Komitmen negara dalam menjamin kesehatan mental kembali ditekankan. BPJS Kesehatan memastikan bahwa layanan kesehatan jiwa merupakan hak seluruh peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ghufron Mukti, menyebut akses layanan kesehatan jiwa tidak boleh dipandang sebelah mata, melainkan bagian integral dari hak kesehatan masyarakat.

“Terdapat tren peningkatan pemanfaatan layanan kesehatan jiwa dalam lima tahun terakhir. Sepanjang tahun 2020–2024, total pembiayaan pelayanan kesehatan jiwa di rumah sakit mencapai sekitar Rp6,77 triliun dengan total kasus sebanyak 18,9 juta,” ujar Ghufron dalam keterangannya dikutip Kamis (18/09/2025).

Ghufron menuturkan bahwa skizofrenia menjadi diagnosis dengan beban biaya dan jumlah kasus tertinggi.

Dalam kurun lima tahun terakhir, tercatat 7,5 juta kasus dengan total pembiayaan Rp3,5 triliun.

Sepanjang tahun 2024 saja, ada sekitar 2,97 juta rujukan kasus kesehatan jiwa dari Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) ke rumah sakit.

Provinsi dengan jumlah kasus tertinggi adalah Jawa Tengah sebanyak 3,5 juta kasus, disusul Jawa Barat, Jawa Timur, DKI Jakarta, dan Sumatera Utara.

“FKTP berperan penting sebagai pintu utama pelayanan kesehatan jiwa, tidak hanya menjadi kontak pertama, tetapi juga berfungsi sebagai pengelola kontinuitas pengobatan, koordinator layanan, sekaligus pemberi layanan komprehensif,” tegas Ghufron.

Deteksi Dini Gangguan Kesehatan Mental

BPJS Kesehatan juga mengembangkan upaya promotif dan preventif melalui skrining kesehatan jiwa berbasis Self Reporting Questionnaire-20 (SRQ-20).

Skrining ini tersedia di situs resmi BPJS Kesehatan dan dapat membantu masyarakat mengenali gejala awal gangguan mental.

“Hasilnya menjadi dasar untuk pemeriksaan lebih lanjut di FKTP apabila terdapat indikasi medis. Pendekatan ini memperkuat upaya promotif dan preventif agar masalah kesehatan jiwa dapat ditangani sejak dini,” terang Ghufron.

Selain itu, peserta yang sebelumnya menjalani perawatan di rumah sakit dan dinyatakan stabil, kini bisa melanjutkan pengobatan di FKTP melalui Program Rujuk Balik (PRB).

Sistem ini memudahkan pasien melanjutkan terapi dengan lebih dekat dan efisien.

Ghufron menegaskan bahwa negara melalui Program JKN hadir memastikan setiap warga bisa mengakses layanan kesehatan jiwa dengan mudah, cepat, dan setara.

Pada kesempatan yang sama, psikolog klinis Tara de Thouars menilai kebijakan ini sejalan dengan kebutuhan mendesak masyarakat.

Data Kementerian Kesehatan menunjukkan 1 dari 10 orang Indonesia mengalami masalah mental.

Bahkan, survei nasional tahun 2024 menemukan bahwa 39,4 persen remaja menghadapi masalah kesehatan mental, dengan peningkatan 20–30 persen setiap tahun.

“Angka percobaan bunuh diri bahkan mencapai 10 kali lipat dibandingkan kasus bunuh diri yang tercatat setiap bulan,” papar Tara.

Tekanan Sosial dan Stigma Kesehatan Mental

Tara menjelaskan, banyak faktor yang memicu masalah kesehatan mental, mulai dari stres akibat persaingan kerja, masalah ekonomi, fear of missing out (FOMO), tekanan sosial, hingga beban generasi sandwich. Sayangnya, stigma negatif masih melekat.

“Stigma ini membuat banyak individu memilih menyembunyikan masalahnya dan enggan mencari pertolongan,” ucap Tara.

Tara menegaskan bahwa yang harus dinormalisasi bukanlah gangguan mental, melainkan upaya mencari bantuan profesional seperti psikolog atau psikiater.

“Sebelum kita mengharapkan keadaan menjadi lebih baik untuk diri sendiri dan orang sekitar, mulailah dengan menjaga kesehatan mental, karena tanpa kesehatan mental, apapun tidak akan ada artinya,” tutur Tara.

Disisi lain, Plt. Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) Dr. Arif Zainudin Surakarta, Wahyu Nur Ambarwati, menyampaikan bahwa pihaknya siap melayani peserta JKN dengan prinsip humanistik.

RSJD memiliki 213 tempat tidur rawat inap, termasuk 177 khusus psikiatri, serta fasilitas rehabilitasi psikososial.

“Jumlah pasien rawat inap di sini paling banyak adalah peserta JKN dengan total lebih dari 90 persen, baik yang terdaftar pada segmen PBI maupun non-PBI,” kata Wahyu.

Data tersebut menunjukkan mayoritas pasien kesehatan jiwa di wilayah Surakarta sangat bergantung pada Program JKN.

Tanggung Jawab Bersama Atasi Masalah Mental

Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar, menilai bahwa skrining kesehatan jiwa SRQ-20 perlu terus disosialisasikan.

Menurut Timboel, pencegahan gangguan mental adalah tanggung jawab bersama pemerintah, BPJS Kesehatan, fasilitas kesehatan, komunitas, hingga masyarakat.

“Jumlah kasus gangguan jiwa terus meningkat tiap tahunnya, sehingga layanan kesehatan jiwa dalam Program JKN harus inklusif, berkesinambungan, dan tidak diskriminatif,” jelas Timboel.

Timboel menambahkan, semakin dekat layanan kesehatan jiwa dengan masyarakat.

Terutama di daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar), semakin cepat pula masalah dapat ditangani.

BSP GROUP

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *