Majelis Nyala Purnama dan Haul ke-16 Gus Dur Hadirkan Doa, Humor, dan Refleksi

ARY
Putri bungsu Gus Dur, Inayah Wahid turut hadir dalam Majelis Nyala Purnama dan Haul ke-16 Gus Dur di Makara Art Center UI, Selasa (09/12/25) malam. (Foto: Pusinfo Direktorat Kebudayaan UI)

adainfo.id – Direktorat Kebudayaan Universitas Indonesia (UI) bersama Komoenitas Makara dan Urban Spiritual Indonesia menyelenggarakan Majelis Nyala Purnama #8 yang dirangkaikan dengan Haul ke-16 K.H. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur di Makara Art Center UI, Selasa (09/10/2025) malam.

Kegiatan ini menghadirkan perpaduan lintas budaya, spiritualitas, dan nilai kemanusiaan yang diwariskan sang tokoh bangsa.

Haul ke-16 kali ini mengusung tema “Humanis Humoris, Bersatu untuk Lucu”, menggambarkan karakter khas Gus Dur yang memadukan keberanian dalam berpikir, kecerdasan humor, dan komitmen atas kemanusiaan.

Selain sebagai refleksi historis, acara juga diisi dengan doa bersama untuk keselamatan negeri yang sedang menghadapi berbagai bencana alam.

Rangkaian acara meliputi Khotmil Qur’an dan Tahlil, Orasi Budaya, Musikalisasi Puisi, Stand Up Comedy, hingga Meditasi, yang dirancang untuk memperkuat nilai-nilai toleransi dan kemanusiaan.

Acara turut dihadiri sejumlah tokoh dan pegiat kebudayaan, di antaranya putri bungsu Gus Dur, Inayah Wahid, Dr. Ngatawi Al Zastrouw, Dr. Turita Indah Setyani, Dr. H. Ahmad Hakim Jayli, Fitra Manan, Dodok Jogja, Musikalisasi Puisi Sasina, dan Swara SeadaNya.

Humor sebagai Kritik Sosial: Pesan Ngatawi Al Zastrouw

Dalam orasi budayanya, Direktur Kebudayaan UI sekaligus sahabat dekat Gus Dur, Dr. Ngatawi Al Zastrouw, mengingatkan kembali bagaimana humor menjadi instrumen penting dalam dakwah dan perjuangan Gus Dur.

“Humor bukan sekadar entertain ekspresi suka cita. Dalam tradisi Nusantara humor bisa menjadi sarana melakukan kritik dan menyampaikan aspirasi rakyat kepada para penguasa. Sebagaimana tercermin pada sosok punakawan dalam cerita pewayangan,” ucap Dr. Ngatawi.

Dr. Ngatawi menegaskan humor sering menjadi jalan keluar masyarakat dari tekanan sosial dan politik.

“Secara sosiologis humor juga dapat menjadi kanalisasi atas kondisi sosial yang pengap akibat sistem politik yang represif. Gus Dur menggunakan humor sebagai kritik dan menyampaikan aspirasi kepada pemerintah. Melalui humor Gus Dur melawan sistem represif Orde Baru dengan cara yang menghibur,” terang Dr. Ngatawi.

Penjelasan ini mempertegas posisi Gus Dur sebagai tokoh yang menggunakan kecerdasan humor untuk menyampaikan kritik tanpa mencederai kemanusiaan.

Haul Sebagai Ruang Refleksi Nilai-Nilai Kemanusiaan

Ketua Komoenitas Makara, Fitra Manan, mengatakan bahwa Haul Gus Dur merupakan momentum penting tahunan bagi masyarakat untuk menyelami kembali gagasan-gagasan sang Presiden ke-4 RI tersebut.

“Peringatan Haul Gus Dur merupakan momentum penting tahunan untuk mengenang jasa, pemikiran, dan perjuangan Bapak Bangsa serta pejuang kemanusiaan tersebut,” ungkap Fitra.

Fitra menjelaskan bahwa setiap tahun acara ini membawa tema yang berbeda.

Namun tetap berada pada akar nilai kemanusiaan, kebinekaan, dan keberpihakan Gus Dur terhadap kelompok rentan.

“Ciri khas Gus Dur yang tak terpisahkan adalah humornya yang cerdas, tajam, dan penuh makna… seperti leluconnya tentang ‘tiga polisi jujur’ (Patung Polisi, Polisi Tidur, dan Pak Hoegeng)… humor adalah bagian integral dari sosok dan dakwahnya,” tutur Fitra.

Melalui refleksi tersebut, masyarakat diajak kembali memahami bahwa humor, pluralitas, dan keberanian melawan ketidakadilan adalah warisan utama Gus Dur.

Meditasi Bersama Tutup Rangkaian Acara

Di penghujung acara, Dr. Turita Indah Setyani, pendiri Urban Spiritual Indonesia, memimpin sesi meditasi yang menjadi penutup rangkaian kegiatan.

Meditasi bersama ini bertujuan mengajak peserta menenangkan pikiran, mengelola emosi, dan kembali pada diri yang lebih sadar serta seimbang.

“Meditasi dapat melatih pikiran untuk lebih tenang, sadar, dan mampu mengelola perasaan, membantu menciptakan keseimbangan internal dan kesejahteraan jangka panjang,” tandas Dr. Turita.

Sesi ini menjadi penegasan bahwa spiritualitas dalam tradisi Gus Dur tidak hanya soal ibadah ritual, tetapi juga merawat kemanusiaan dan ketenangan jiwa.

Perhelatan Majelis Nyala Purnama dan Haul ke-16 Gus Dur di UI tidak hanya menjadi acara memorial.

Akan tetapi juga ruang kultural untuk merawat ingatan dan menumbuhkan semangat keberagaman.

Perpaduan antara tahlil, orasi budaya, komedi, puisi, hingga meditasi menggambarkan betapa luasnya cakrawala pemikiran Gus Dur yang tetap relevan hingga kini.

BSP GROUP

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *