Masa Peralihan Musim Oktober 2025, Potensi Cuaca Buruk Mengancam Banyak Daerah
adainfo.id – Memasuki awal Oktober 2025, sejumlah daerah di Indonesia mulai beralih dari musim kemarau menuju musim hujan atau dikenal dengan masa pancaroba.
Fenomena ini ditandai dengan meningkatnya intensitas curah hujan di berbagai wilayah, meski cuaca panas masih mendominasi pada siang hari.
Pola khas pancaroba terlihat jelas: pagi hingga siang biasanya cerah dengan suhu terik.
Kemudian berubah drastis pada sore hingga malam dengan hadirnya hujan lebat, petir, hingga angin kencang.
Kondisi ini dipicu oleh pemanasan permukaan yang kuat sehingga membentuk awan konvektif jenis Cumulonimbus (Cb), yang kerap menimbulkan cuaca ekstrem dalam durasi singkat.
Peringatan BMKG Soal Cuaca Ekstrem
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengingatkan masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi cuaca ekstrem yang diprediksi berlangsung sepanjang pekan pertama Oktober 2025.
“Dalam sepekan ke depan, masyarakat perlu meningkatkan kewaspadaan dan antisipasi dini terhadap potensi cuaca ekstrem yang dapat memicu banjir, genangan, dan longsor yang berdampak pada aktivitas harian maupun transportasi,” tulis BMKG dalam keterangan resminya dikutip Rabu (01/10/2025).
Pihak BMKG menekankan bahwa perubahan cuaca mendadak pada masa pancaroba dapat memengaruhi berbagai aspek kehidupan.
Mulai dari keselamatan perjalanan, kesehatan masyarakat, hingga aktivitas ekonomi.
BMKG menjelaskan bahwa cuaca ekstrem kali ini bukan hanya dipicu oleh faktor lokal.
Akan etapi juga akibat interaksi fenomena atmosfer global dan regional.
Nilai Dipole Mode Index (DMI) yang berada di level negatif, yakni -1,15, memicu peningkatan pasokan uap air di wilayah Indonesia barat.
Kondisi ini diperkuat oleh fenomena Madden Julian Oscillation (MJO) yang aktif di Samudra Hindia bagian timur, yang semakin memperbesar potensi terbentuknya awan hujan.
Selain itu, gelombang atmosfer skala regional juga turut berperan. Gelombang Rossby Ekuator terpantau aktif di sebagian Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Maluku Utara, dan Papua bagian barat.
Sementara Gelombang Kelvin aktif di Sumatra, sebagian Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, hingga Maluku Utara.
Keberadaan zona perlambatan dan pertemuan angin di wilayah utara Aceh, Selat Malaka, Sumatra, Kalimantan, Jawa, Nusa Tenggara, Sulawesi, hingga Papua juga menambah potensi pertumbuhan awan konvektif yang signifikan.
Peta Prospek Cuaca Ekstrem
BMKG memetakan potensi cuaca ekstrem dalam dua periode.
Pada periode pertama, yakni 30 September hingga 2 Oktober 2025, kondisi cuaca didominasi berawan hingga hujan ringan di sebagian besar wilayah.
Namun, hujan sedang hingga lebat diperkirakan akan terjadi di hampir seluruh Indonesia, terutama di wilayah barat.
Untuk kategori hujan lebat hingga sangat lebat, BMKG menyebut Banten, DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur sebagai daerah yang berpotensi terdampak paling signifikan.
Sementara pada periode kedua, yaitu 3 hingga 6 Oktober 2025, hujan lebat-sangat lebat diprediksi meluas hingga ke Sumatera Barat, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan.
Cuaca ekstrem yang mewarnai masa pancaroba diperkirakan dapat menimbulkan gangguan di berbagai sektor.
Dari sisi transportasi, genangan air hingga banjir dapat melumpuhkan jalur darat dan menunda perjalanan udara.
Di sisi lain, petir dan angin kencang berpotensi mengganggu instalasi listrik dan komunikasi.
Bagi masyarakat pesisir, kondisi gelombang laut yang dipicu angin kencang juga menjadi perhatian khusus.
Aktivitas pelayaran, terutama perahu nelayan dan kapal kecil, diimbau untuk lebih waspada terhadap potensi gelombang tinggi yang dapat membahayakan keselamatan.
Selain itu, aspek kesehatan juga tak kalah penting. Perubahan suhu ekstrem, dari panas terik ke hujan lebat, rentan menimbulkan penyakit seperti flu, demam, hingga masalah pernapasan.
Imbauan Mitigasi dari BMKG
Menghadapi kondisi ini, BMKG mengajak masyarakat untuk melakukan langkah mitigasi sejak dini.
Warga diminta untuk mewaspadai lingkungan sekitar, terutama yang rawan banjir dan longsor.
BMKG juga mendorong pemerintah daerah untuk meningkatkan kesiapsiagaan bencana.
Hal itu dengan menyiagakan tim evakuasi serta memastikan sarana prasarana darurat tersedia.
Masyarakat dapat memantau perkembangan informasi cuaca terkini melalui kanal resmi BMKG.
Baik website, aplikasi mobile, maupun media sosial, agar bisa merencanakan aktivitas dengan lebih aman.