Nadran Desa Citemu Resmi Jadi Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Nasional

KIM
Arak-arakan saat pelaksanaan Nadran. (foto: adainfo.id)

adainfo.id – Tradisi Nadran atau pesta laut yang digelar setiap tahun oleh masyarakat dan Pemerintah Desa (Pemdes) Citemu, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon, kini mendapatkan pengakuan nasional. Sejak Agustus 2024, tradisi sakral tersebut resmi ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Republik Indonesia.

Penetapan ini menjadi bukti konkret bahwa kekayaan budaya masyarakat pesisir Cirebon tak hanya hidup, tetapi juga terus dilestarikan lintas generasi.

Rangkaian tradisi nadran dimulai dengan kirab budaya keliling desa dan jalur Pantura. Dalam kirab ini, masyarakat menampilkan berbagai simbol budaya lokal, mulai dari hasil bumi, replika ikan raksasa, hingga arak-arakan kesenian tradisional seperti tarling, genjring, dan rudat. Acara kemudian dilanjutkan dengan larung sesaji ke tengah laut, yang diikuti oleh ribuan nelayan dan warga menggunakan perahu hias.

Prosesi larung sesaji merupakan bentuk ungkapan syukur kepada Allah SWT atas rezeki yang melimpah dari laut, serta harapan akan keselamatan dalam mencari nafkah di tengah samudra.

Diakui Sebagai Kekayaan Budaya Nasional

Menurut Sekretaris Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Cirebon, H Amin Mughni, tradisi nadran Citemu dinilai telah memenuhi syarat sebagai WBTB setelah melalui kajian mendalam, dokumentasi budaya, serta verifikasi administratif.

“Alhamdulillah, nadran di Desa Citemu telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Ini menjadi bukti bahwa tradisi leluhur yang diwariskan tetap dijaga eksistensinya oleh masyarakat,” ujarnya saat menghadiri acara nadran, Minggu (13/7/2025).

Sementara itu, bendahara Dewan Kesenian Kabupaten Cirebon (DKKC), Hari Budiman, turut menyampaikan apresiasi dan komitmen pihaknya untuk terus mendukung pelestarian budaya lokal, termasuk nadran.

Ia menyebut bahwa nilai luhur dalam acara tersebut bukan hanya terletak pada aspek spiritual dan tradisional, tetapi juga membawa dampak ekonomi dan potensi pengembangan pariwisata budaya.

“Kami berkomitmen untuk terus melestarikan budaya dan adat lokal. Nadran ini menjadi momentum yang memperkuat identitas budaya pesisir Cirebon,” tegas Hari.

Direktur EO Cakrawala, Fiqih Fathurrochman, yang menjadi mitra penyelenggara acara, juga menambahkan bahwa kesuksesan acara nadran merupakan hasil kerja kolektif lintas elemen. Mulai dari aparat keamanan, pemuda desa, nelayan, hingga para seniman dan relawan lokal.

“Kami mengapresiasi seluruh elemen yang ikut menjaga ketertiban dan kekhidmatan acara. Suasana yang aman dan kondusif menjadi kunci utama terselenggaranya kegiatan besar seperti ini,” jelasnya.

Kuwu Citemu: Nadran Adalah Napas Budaya Masyarakat

Kuwu Desa Citemu, Herintiano, menyampaikan rasa syukurnya atas lancarnya pelaksanaan acara dan penetapan nadran sebagai WBTB. Ia menekankan bahwa acara nadran bukan sekadar ritual tahunan, melainkan juga identitas kolektif masyarakat pesisir.

“Alhamdulillah, seluruh rangkaian acara berlangsung aman, tertib, dan penuh kekeluargaan. Semoga tahun-tahun berikutnya bisa lebih meriah dan membawa manfaat,” ujar Herintiano.

Ia berharap status WBTB yang telah disandang nadran Citemu bisa menjadi modal penting untuk pengembangan budaya dan ekonomi desa, termasuk membuka peluang dukungan dari pemerintah pusat dan lembaga pelestari budaya.

Nadran Jadi Inspirasi dan Warisan untuk Generasi Mendatang

Dengan pengakuan sebagai Warisan Budaya Tak Benda, nadran Desa Citemu kini tidak hanya menjadi simbol lokalitas, tetapi juga representasi nasional atas kekayaan budaya masyarakat pesisir Jawa Barat, khususnya Cirebon.

Acara ini juga menjadi sarana edukasi budaya bagi generasi muda. Di tengah arus modernisasi yang kian kuat, pelestarian tradisi seperti nadran menjadi benteng agar kearifan lokal tidak terkikis zaman.

Nadran bukan hanya larung sesaji, tetapi juga doa bersama, syukuran hasil laut, hiburan rakyat, dan panggung kolaborasi seniman lokal. Tradisi ini menyatukan komunitas, memperkuat solidaritas sosial, serta memberikan semangat kepada nelayan dalam menjalani kehidupan yang penuh tantangan.

BSP GROUP

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *