Nelayan Didorong Selalu Siaga dalam Menghadapi Cuaca Ekstrem
adainfo.id – Upaya meningkatkan keselamatan dan kesejahteraan nelayan terus dilakukan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).
Lembaga tersebut kembali menggelar Sekolah Lapang Cuaca Nelayan (SLCN) Tahun 2025 di Kendari, Sulawesi Tenggara, beberapa waktu lalu.
Kegiatan ini diikuti oleh 35 peserta yang berasal dari unsur pemerintah daerah, penyuluh perikanan, dan perwakilan nelayan dari berbagai wilayah pesisir di Sulawesi Tenggara.
Mengusung tema “Dengan SLCN, Nelayan Hebat, Selamat, dan Sejahtera,” kegiatan ini menjadi wadah penting dalam meningkatkan literasi cuaca maritim bagi masyarakat pesisir.
Acara dibuka secara resmi oleh Direktur Meteorologi Maritim BMKG, Eko Prasetyo, yang hadir mewakili Deputi Bidang Meteorologi, Guswanto.
Program Prioritas Nasional untuk Keselamatan Nelayan
Eko menegaskan bahwa SLCN merupakan program prioritas nasional yang berperan penting dalam meningkatkan keselamatan dan kesejahteraan nelayan.
Program ini tidak sekadar pelatihan, tetapi juga bagian dari strategi nasional dalam membangun masyarakat pesisir yang tangguh terhadap perubahan cuaca dan iklim.
“SLCN ini merupakan program prioritas nasional. Hadir di Kendari ini tentunya tidak tiba-tiba saja hadir. Kalau dalam bahasa ilmu cuaca iklim, tidak ada hujan yang datang tiba-tiba, itu didahului oleh sebab,” kata Eko, dikutip Minggu (26/10/2025).
Ia menambahkan, kegiatan SLCN di Kendari menjadi wujud nyata sinergi antarinstansi pemerintah, akademisi, dan masyarakat nelayan.
Menurutnya, edukasi cuaca dan iklim menjadi pondasi penting agar nelayan bisa memahami kondisi maritim dan mengambil keputusan yang tepat saat melaut.
Edukasi Cuaca Maritim dan Pengenalan Aplikasi INAWIS BMKG
Melalui kegiatan ini, BMKG memperkenalkan aplikasi INAWIS BMKG (Indonesia Weather Information for Shipping), yakni sistem informasi cuaca maritim yang dapat diakses melalui Play Store maupun laman resmi BMKG.
Aplikasi tersebut dilengkapi dengan berbagai fitur, mulai dari prediksi angin, tinggi gelombang, arus laut, hingga peta potensi lokasi penangkapan ikan (fishing ground) yang bisa dimanfaatkan oleh nelayan untuk meningkatkan produktivitas dan keselamatan mereka.
Eko menyampaikan, informasi mengenai keselamatan berlayar dan posisi ikan selalu menjadi dua hal yang paling ditunggu oleh peserta SLCN di setiap wilayah.
Data tersebut membantu nelayan dalam menentukan waktu dan lokasi melaut yang lebih aman dan efisien.
“Setiap kali kegiatan SLCN, selalu ditunggu-tunggu oleh para nelayan itu informasi keselamatan berlayar dan juga ada informasi posisi ikan. Keduanya jadi senjata utama dalam mendukung ketahanan pangan nasional,” papar Eko.
Ia juga menegaskan bahwa penguatan literasi meteorologi maritim merupakan bagian dari dukungan terhadap program Asta Cita Pemerintah Prabowo–Gibran, khususnya dalam misi memperkuat ketahanan pangan berbasis laut dan pesisir.
Literasi Cuaca Jadi Kunci Ketahanan Pangan
Eko menilai bahwa kemampuan nelayan memahami informasi cuaca dan iklim merupakan modal utama dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional.
Dengan pemahaman yang baik, nelayan dapat menghindari risiko kecelakaan di laut serta meningkatkan hasil tangkapan secara berkelanjutan.
Menurutnya, penguasaan teknologi informasi cuaca seperti INAWIS akan mempercepat transformasi nelayan tradisional menjadi nelayan modern yang berbasis data.
Hal ini sejalan dengan komitmen BMKG untuk memperkuat digitalisasi informasi cuaca maritim dan memperluas jangkauan edukasi hingga ke desa-desa pesisir terpencil.
“Setelah ini, jadilah alumni SLCN yang hebat, yang luar biasa. Berikan, tularkan ilmu-ilmu yang diperoleh selama SLCN ke kawan-kawan yang tidak berkesempatan ikut. Setidaknya satu alumni menularkan ke lima orang. Kalau lebih dari lima, luar biasa. Jadi kalau sekarang sekitar 100, berarti nanti akan teredukasi 500 nelayan,” beber Eko.
Harapannya metode edukasi berantai ini dapat mempercepat peningkatan literasi cuaca di kalangan masyarakat nelayan.
Dengan demikian, dampak dari SLCN tidak hanya dirasakan oleh peserta, tetapi juga menyebar luas ke komunitas pesisir lainnya.
Penyelenggaraan SLCN 2025 di Kendari menjadi tonggak penting dalam memperluas jangkauan literasi cuaca bagi masyarakat pesisir di Indonesia Timur.
Kegiatan ini diharapkan tidak berhenti di Sulawesi Tenggara, melainkan terus berlanjut ke berbagai wilayah maritim lainnya.
Melalui SLCN, BMKG menegaskan komitmennya untuk menjadikan nelayan Indonesia sebagai garda depan ketahanan pangan nasional yang tangguh, cerdas, dan siap menghadapi tantangan perubahan iklim global.











