Oknum Dokter RS Citra Arafiq Disidang atas Dugaan Kekerasan

AG
Sidang tindak pidana kekerasan yang dilakukan oknum dokter Citra Arafiq di Pengadilan Negeri (PN) Depok, Rabu (18/6/2025) (foto: adainfo.id)

adainfo.id – Pengadilan Negeri (PN) Depok menggelar sidang terhadap terdakwa M Riyadhi Tabrani, seorang dokter yang bekerja di Rumah Sakit (RS) Citra Arafiq.

Terdakwa dihadapkan ke meja hijau atas dugaan tindak kekerasan terhadap staf marketing internal rumah sakit bernama Muhammad Iqbal Gymnastiarsyah. Persidangan digelar pada Rabu (18/06/2025) di Ruang Sidang 3, dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Merry Harianah, bersama anggota Yudi Dharma dan Nartilona.

Peristiwa yang membawa dokter M Riyadhi ke hadapan hukum terjadi pada Rabu, 15 November 2023 lalu. Insiden tersebut bermula usai kegiatan Bakti Sosial (Baksos) di wilayah Pancoran Mas, Kota Depok, di mana saksi korban dipanggil oleh terdakwa ke dalam ruangannya untuk membahas pencapaian target marketing.

Ketegangan Dimulai dari Evaluasi Target dan Dugaan Uang Baksos

Menurut dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Sihyadi, saksi Iqbal menyampaikan bahwa dirinya belum memenuhi target yang ditetapkan. Terdakwa mempertanyakan apakah saksi menerima uang dari pihak penyelenggara Baksos, termasuk dugaan penerimaan uang dari seseorang bernama Pak Kasman.

“Lo ngaku nerima uang nggak? Kenapa titik Baksos selalu di rumah Kasman? Jangan-jangan lo nerima duit dari Pak Kasman?” ujar terdakwa, sebagaimana tertuang dalam pembacaan dakwaan.

Saksi membantah keras tuduhan tersebut. Namun, suasana makin memanas ketika terdakwa tidak puas dengan jawaban yang diberikan. Ia kemudian diduga melakukan tindakan kekerasan secara verbal dan fisik terhadap saksi.

Lempar Gelas Kopi, Cekikan hingga Pukulan Berulang

Masih dalam uraian dakwaan, dokter M Riyadhi diduga melemparkan gelas kopi plastik ke arah kepala saksi. Tak berhenti di situ, terdakwa kemudian menghampiri dan menendang bangku, menyuruh saksi berdiri, lalu mencekik lehernya seraya mendorong ke arah tembok.

Saksi Iqbal sempat berontak dan mempertanyakan tindakan kekerasan tersebut, namun tanggapan dari terdakwa justru berujung pada tamparan hingga empat kali dan pukulan satu kali ke bagian perut.

Dalam kondisi tertekan dan merasa sakit, saksi diminta jongkok dan kembali menerima kekerasan fisik, termasuk tamparan dan tiga kali pukulan tambahan ke bagian perut.

Saksi juga diduga dipaksa untuk mengakui bahwa dirinya menerima uang dari kegiatan Baksos, meski sudah berkali-kali menyangkal.

Saksi Alami Sakit Fisik dan Trauma

Akibat dari tindakan kekerasan tersebut, saksi mengalami sakit yang menyebabkan dirinya tidak masuk kerja keesokan harinya.

Dalam pengakuannya, saksi merasa terganggu dalam menjalankan aktivitas sehari-hari setelah insiden itu. Ia juga mengalami tekanan psikologis karena diperlakukan secara kasar di lingkungan kerja.

Kejadian ini turut memperlihatkan bagaimana konflik internal di sebuah institusi pelayanan publik seperti rumah sakit bisa berujung pada tindakan yang melanggar hukum dan merusak relasi profesional antara atasan dan bawahan.

Terdakwa Didakwa Dua Pasal Alternatif KUHP

Jaksa Penuntut Umum mendakwa M Riyadhi Tabrani dengan dua pasal alternatif:

  • Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan, dengan ancaman pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan.

  • Pasal 335 ayat (1) ke-1 KUHP tentang Perbuatan Tidak Menyenangkan, yang mencakup intimidasi, ancaman, atau kekerasan terhadap orang lain.

“Perbuatan terdakwa diatur dan diancam pidana dalam Pasal 351 ayat (1) KUHP atau Pasal 335 ayat (1) ke-1 KUHP,” kata Jaksa Sihyadi dalam pembacaan dakwaannya.

Terdakwa Tidak Ajukan Eksepsi

Usai dakwaan dibacakan, Majelis Hakim menanyakan kepada terdakwa dan penasihat hukumnya apakah akan mengajukan eksepsi (keberatan atas dakwaan).

Terdakwa menyatakan tidak mengajukan keberatan, yang berarti proses persidangan akan berlanjut ke tahap pemeriksaan saksi-saksi dan pembuktian di persidangan selanjutnya.

Langkah ini dinilai sebagai strategi hukum untuk langsung masuk ke tahap pokok perkara, tanpa menghabiskan waktu di ranah formil keberatan dakwaan.

Kasus ini menjadi perhatian publik, bukan hanya karena melibatkan seorang tenaga kesehatan, tetapi juga karena konteks kejadian yang bermula dari kegiatan sosial. Baksos, yang seharusnya menjadi wujud kepedulian terhadap masyarakat, justru menjadi pemicu konflik internal.

M Riyadhi Tabrani sebagai seorang dokter dituntut bukan hanya bertanggung jawab atas pelayanan medis, tetapi juga menjunjung tinggi etika profesi dan relasi kerja yang sehat di institusi tempatnya bekerja.

Tindakan yang diduga dilakukannya bisa mencoreng citra profesi sekaligus menurunkan kepercayaan terhadap lingkungan kerja RS Citra Arafiq.

BSP GROUP

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *