Panen Turun, Petani Jagapura Lor Kebingungan
adainfo.id – Musim tanam (MT) I tahun 2025 di Desa Jagapura Lor, Kecamatan Gegesik, Kabupaten Cirebon, memunculkan tanda tanya besar di kalangan petani.
Penurunan drastis produktivitas padi dan fenomena aneh pada tanaman membuat mereka resah sekaligus mempertanyakan keseriusan dukungan pemerintah.
Data dari lapangan menunjukkan rata-rata hasil panen padi di desa tersebut hanya mencapai 3,5 ton per bahu atau sekitar 5,7 ton per hektare.
Angka ini jauh menurun dibandingkan musim tanam tahun lalu yang mampu menghasilkan 5–5,5 ton per bahu (7,1–7,8 ton per hektare).
Fenomena Padi Tegak Sebelum Panen
Pada musim tanam kali ini petani Japura Lor menemukan perilaku padi yang tidak seperti biasanya.
Menurut kesaksian para petani, seminggu sebelum panen, bulir padi akan merunduk karena beratnya gabah. Namun kali ini, tanaman justru tegak kembali.
“Kami sudah bertani puluhan tahun, tapi baru kali ini melihat padi yang seminggu sebelum panen malah berdiri tegak. Tanahnya juga terasa hangat aneh,” ungkap seorang petani yang enggan disebutkan namanya, Selasa (5/8/2025).
Fenomena ini membuat petani memutuskan mempercepat panen untuk menghindari kerugian lebih besar.
Namun, hasilnya tetap tidak maksimal karena banyak gabah kosong dan tidak berisi penuh.
Dinas Pertanian Turun Tangan
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Cirebon, Deni Nurcahya, membenarkan adanya laporan dari Ketua Kelompok Tani Dewi Sinta, H Muzammil, terkait kejadian ini.
“Tanamannya tampak sehat, tapi gabahnya tidak padat. Ini hal yang baru, dan kami sedang mempelajari penyebabnya,” kata Deni.
Meski tidak sampai menyebabkan puso atau gagal panen total, Deni mengakui bahwa penurunan hasil di beberapa titik mencapai 2 ton per bahu atau setara 2,85 ton per hektare.
Selain fenomena aneh pada tanaman, petani juga dihadapkan pada minimnya sarana pasca panen.
Salah satunya adalah keterbatasan mesin combine harvester, yang membuat banyak petani harus antre lama.
“Mesin terbatas. Kami panen harus buru-buru, tapi karena antre, banyak padi malah rusak. Pemerintah harus segera tanggap,” ujar Hidayatullah, perwakilan Poktan Dewi Sri.
Para petani mendesak pemerintah daerah melalui Dinas Pertanian untuk segera bertindak.
Selain penelitian teknis terkait penyebab fenomena ini, mereka juga meminta penambahan sarana panen dan pasca panen seperti combine dan pengering.
Ancaman Musim Tanam Berikutnya
Petani khawatir jika masalah ini tidak segera direspons, musim tanam berikutnya akan lebih buruk. “Kami butuh bantuan nyata, bukan sekadar janji,” tegas seorang petani.
Hingga kini, Dinas Pertanian menyatakan akan menindaklanjuti laporan, namun belum ada langkah konkret yang diumumkan.
Fenomena ini menambah daftar panjang tantangan yang dihadapi petani di Cirebon, yang selama ini juga harus berhadapan dengan cuaca ekstrem, perubahan pola musim, dan keterbatasan sarana pertanian.