Penertiban Kios di Jalur Sindanglaut–Pabuaran Picu Ketegangan

KIM
Sosialisasi dengan pihak UPTD PAPRJJ bersama warga pemilik bangunan dan Pemdes Karangasem, Kamis (27/11/25). (Foto : adainfo.id)

adainfo.id – Pemerintah Kabupaten Cirebon melalui Dinas PUTR Bidang Pengelolaan Air, Penataan Ruang, Jalan dan Jembatan (PAPRJJ) Wilayah 7 terus memperketat penertiban bangunan liar di sejumlah titik strategis.

Salah satu fokus terbaru berada di sepanjang ruas Jalan Sindanglaut–Pabuaran, tepatnya di kawasan Desa Karangasem, Kecamatan Karangwareng, yang termasuk dalam wilayah kerja UPTD PAPRJJ Wilayah 7, Kamis (27/11/2025).

Upaya penertiban ini dilakukan sebagai bagian dari penataan ruang dan pengembalian fungsi lahan yang selama ini dianggap telah melanggar ketentuan.

Namun langkah tersebut memunculkan reaksi keras dari warga, khususnya para pemilik bangunan yang berada dalam objek rencana pembongkaran.

Suasana sosialisasi dan advokasi yang berlangsung di Balai Desa Karangasem pun sempat diwarnai ketegangan, ketika sejumlah warga menyampaikan keberatan dan mempertanyakan transparansi keputusan pemerintah.

Kecurigaan warga memuncak setelah beredar informasi mengenai rencana pembangunan swalayan di area bekas ruko yang sebelumnya berdiri di lokasi tersebut.

Kuasa hukum pemilik 11 kios yang menjadi target penertiban, Indra Gunawan Simatupang, SH MM, menyampaikan bahwa warga menduga penertiban ini tidak murni untuk kepentingan penataan tata ruang, melainkan berkaitan dengan adanya “titipan” kepentingan swasta.

“Harapan warga hanya satu: keadilan. Kalau mau ditertibkan, ya semua ditertibkan. Jangan hanya 11 kios ini saja. Kami mempertanyakan, ini titipan atau bagaimana?” tegas Indra seusai pertemuan dengan UPTD PAPRJJ, Kamis (27/11/2025).

Ia mengungkapkan bahwa warga mengantongi siteplan rencana pembangunan swalayan yang memperkuat dugaan adanya kepentingan tertentu di balik penertiban tersebut.

Menurutnya, beberapa dokumen yang dimiliki warga menunjukkan adanya pernyataan pembongkaran yang seolah diarahkan pada pembangunan baru di lokasi itu serta mendesak Satpol PP untuk tidak melakukan pembongkaran sebelum ada kejelasan.

“Jika tidak ada titik temu, kami siap melaporkan langsung ke Ombudsman. Kami mencurigai ada titipan dari pihak swasta kepada PU,” tambah Indra.

Indra juga menyayangkan bahwa pemerintah desa tidak dilibatkan dalam proses awal penertiban, yang membuat warga kesulitan memperoleh informasi secara menyeluruh.

UPTD PAPRJJ Bantah Ada Titipan

Menanggapi tuduhan tersebut, Staf UPTD PAPRJJ Wilayah 7, Rojakun Hadi, menegaskan bahwa penertiban dilakukan semata-mata berdasarkan aturan penataan ruang. Ia menepis adanya intervensi pihak swasta sebagaimana ditudingkan oleh warga.

“Soal penertiban, kami akan menindak semua, tapi bertahap. Tidak hanya di sini saja. Bangunan liar ini terlihat jelas pelanggarannya. Kami hanya menjalankan tugas,” kata Rojakun.

Ia menegaskan bahwa seluruh bangunan yang berdiri di zona hak guna pakai (HGP) pemerintah wajib ditertibkan tanpa kecuali.

Proses penertiban bersifat bertahap karena jumlah bangunan liar yang tercatat cukup banyak di beberapa titik wilayah Kabupaten Cirebon.

Rojakun menjelaskan bahwa UPTD bertugas menjalankan sosialisasi, sementara pelaksanaan pembongkaran menjadi kewenangan Satpol PP.

Ia juga mengklarifikasi bahwa dinas tidak memiliki skema kompensasi berupa ganti rugi atau denda, karena bangunan tersebut berada di atas tanah hak guna pakai negara.

“Tidak ada ganti rugi. Karena ini tanah HGP. Dan kami pastikan tidak ada titipan atau permainan dengan pihak swasta,” tegasnya.

Pemerintah Desa Hanya Memfasilitasi

Kuwu Karangasem, Budi Ledlawan, yang hadir pada pertemuan tersebut, menegaskan bahwa pemerintah desa hanya bertindak sebagai fasilitator.

Ia menyatakan bahwa desa tidak mengetahui adanya rencana pembangunan swalayan di atas lahan bekas bangunan warga.

“Kami minta pemilik bangunan liar untuk berkoordinasi langsung dengan dinas. Desa hanya memfasilitasi agar kedua pihak bisa berkomunikasi. Kalau memang penertiban ini untuk kepentingan umum, kami mendukung,” kata Budi.

Ia menjelaskan bahwa sebagian warga menolak penertiban karena tidak adanya kompensasi serta kekhawatiran akan kehilangan mata pencaharian.

Dari 11 pemilik kios, tiga di antaranya merupakan warga Karangasem, sementara lainnya berasal dari desa sekitar.

Budi menambahkan bahwa desa berupaya menjaga komunikasi tetap kondusif agar tidak terjadi gesekan antara warga dan pihak dinas.

Hingga saat ini, warga masih menunggu kepastian dari pemerintah terkait kejelasan penertiban tersebut. Mereka berharap pemerintah dapat memberikan solusi yang adil, terutama bagi para pemilik kios yang menggantungkan kehidupan ekonomi pada bangunan tersebut.

Banyak dari mereka yang mengaku tidak menolak aturan, tetapi membutuhkan transparansi serta perlakuan yang merata.

Kekhawatiran warga semakin kuat karena bangunan lain di sepanjang jalur tersebut dinilai masih berdiri, sementara hanya 11 kios tertentu yang masuk daftar pembongkaran.

Di sisi lain, Pemkab Cirebon melalui dinas terkait menyatakan bahwa penertiban bangunan liar akan tetap berjalan secara bertahap di berbagai titik sesuai rencana penataan ruang.

Pemerintah juga menegaskan bahwa kebijakan ini bertujuan menciptakan lingkungan yang aman, tertib, dan bebas dari bangunan ilegal yang mengganggu fungsi jalan.

BSP GROUP

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *