Pengerukan Sungai Singaraja Mandek, Warga Soroti Pemkab Cirebon Sibuk Rotasi Jabatan

KIM
Proses pengerukan Sungai Singaraja di Desa Lemahabang masih berjalan (foto: adainfo.id)

adainfo.id – Program pengerukan atau normalisasi Sungai Singaraja yang melintasi tiga kecamatan dan enam desa di Kabupaten Cirebon belum sepenuhnya berjalan lancar.

Kendala utama datang dari sulitnya akses alat berat menuju beberapa titik sungai, terutama di Desa Japura Kidul, Japurabakti, dan Astanamukti.

Warga menyatakan kekecewaan karena Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Cirebon dinilai lebih sibuk mengurus rotasi jabatan ketimbang menjawab kebutuhan mendesak masyarakat terkait penanggulangan banjir.

Meski begitu, proses pengerukan di Desa Lemahabang masih berjalan dan menunjukkan progres positif, sebagaimana pantauan lapangan per 29 Juli 2025.

Aktivitas alat berat di wilayah ini menjadi satu-satunya bukti konkret bahwa proyek normalisasi Sungai Singaraja benar-benar berjalan di lapangan.

Sungai Singaraja masuk dalam agenda pengerukan oleh Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Cimanuk-Cisanggarung (Cimancis). Enam desa yang masuk cakupan pengerukan adalah:

  • Desa Lemahabang dan Tuk Karangsuwung (Kecamatan Lemahabang)
  • Desa Japura Kidul dan Japurabakti (Kecamatan Astanajapura)
  • Desa Japura Lor dan Astanamukti (Kecamatan Pangenan)

Namun hingga saat ini, hanya Desa Japura Lor dan Lemahabang yang telah dilalui pengerukan.

Sisanya belum tersentuh karena terbatasnya alat berat dan tidak adanya dukungan dari Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (DPUTR) Kabupaten Cirebon.

Surat BBWS Tak Digubris, Warga Meradang

Aunurrofiq, perwakilan Forum Tiga Kecamatan, menyampaikan kekecewaannya atas lambannya respons Pemkab Cirebon. Ia menjelaskan bahwa BBWS Cimancis telah mengirimkan surat resmi ke Pemkab untuk peminjaman alat berat milik DPUTR.

Namun hingga kini belum ada balasan, meski surat tersebut dikirim lebih dari dua pekan lalu.

“Warga sudah bergerak, BBWS sudah siap, tapi Pemda malah diam. Surat resmi BBWS ke PU belum juga ditanggapi. Mereka lebih sibuk mengamankan posisi setelah rotasi jabatan,” ujar Opik, sapaan akrab Aunurrofiq.

Ia menambahkan bahwa forum warga dari Lemahabang, Astanajapura, dan Pangenan sudah mengajukan permohonan secara resmi ke Pemkab sejak Juni 2025. Namun permohonan tersebut seperti hilang begitu saja di meja birokrasi.

Karang Taruna Soroti Risiko Bencana

Sementara itu, Sutrisno, anggota Karang Taruna Desa Japura Kidul, menyatakan bahwa desanya adalah salah satu titik yang paling rentan banjir saat musim hujan. Ia menyayangkan keterlambatan pengerukan karena akses alat berat tidak segera dibuka.

“Kami tidak butuh janji. Yang kami butuhkan itu alat berat di lokasi sekarang juga. Desa kami belum dijamah meski sudah masuk program BBWS,” ujar Sutrisno.

Sutrisno juga mengungkapkan bahwa warga sempat diajak audiensi oleh pihak DPUTR, namun pertemuan tersebut dibatalkan tanpa alasan jelas.

Menurutnya, kabar yang berkembang menyebutkan bahwa para pejabat sedang fokus pada proses mutasi dan rotasi jabatan.

“Katanya karena rotasi jabatan, jadi agenda audiensi diundur. Tapi sampai sekarang tidak ada kejelasan kapan dilanjutkan,” tambahnya.

Kondisi Sungai Singaraja yang belum dinormalisasi berpotensi besar menyebabkan banjir saat musim hujan tiba.

Selain mengancam keselamatan warga, banjir juga mengganggu aktivitas ekonomi dan sosial masyarakat setempat.

Petani terancam gagal panen dan anak-anak kesulitan sekolah jika wilayah tergenang.

“Kami trauma banjir dua tahun lalu. Kalau tak segera dikeruk, air pasti meluap lagi,” tutur Sarni, warga Desa Astanamukti.

Menurut Sarni, pada tahun 2023 wilayahnya terendam hingga satu meter selama lebih dari tiga hari.

Belum lagi kerusakan pada rumah warga yang menelan kerugian jutaan rupiah.

Kurangnya Koordinasi Antarinstansi

Beberapa warga juga menyoroti lemahnya koordinasi antarinstansi pemerintah daerah.

Mereka menilai bahwa DPUTR, BPBD, dan camat setempat tidak mampu menyatukan langkah untuk mempercepat proses pengerukan sungai.

“Seolah-olah semua jalan sendiri. Tidak ada yang menjadi dirigen. Padahal yang dibutuhkan adalah gerak cepat dan kolaborasi lintas instansi,” ucap Munir, tokoh masyarakat Kecamatan Astanajapura.

Legislator Minta Evaluasi Kinerja

Dari sisi legislatif, beberapa anggota DPRD Kabupaten Cirebon mulai menyoroti ketidakefektifan Pemkab dalam menangani isu lingkungan yang menyangkut keselamatan publik.

Salah satu anggota Komisi C DPRD, yang enggan disebut namanya, mengatakan bahwa lembaganya akan segera memanggil DPUTR untuk dimintai penjelasan resmi.

“Ini bukan perkara teknis semata. Ini soal kepekaan pemerintah terhadap kebutuhan rakyat. Kalau perlu, kami desak Bupati segera mengevaluasi kinerja DPUTR,” katanya.

Hingga berita ini diturunkan, DPUTR Kabupaten Cirebon belum memberikan pernyataan resmi, meskipun telah dihubungi oleh sejumlah awak media sejak pekan lalu.

BSP GROUP

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *