Perangkat Desa Ciledug Tengah Mogok Kerja, Pelayanan Warga Terganggu

KIM
Kantor Kuwu Ciledug Tengah. (foto; adainfo.id)

adainfo.id – Suasana pelayanan publik di Desa Ciledug Tengah, Kecamatan Ciledug, Kabupaten Cirebon, mendadak lumpuh total pada Rabu (2/7/2025), setelah seluruh perangkat desa melakukan aksi mogok kerja.

Langkah tersebut dipicu oleh kekecewaan mendalam terhadap sejumlah persoalan internal yang dianggap sudah berlangsung terlalu lama tanpa penyelesaian.

Menurut informasi yang dihimpun di lapangan, akar masalah aksi mogok ini berasal dari polemik mengenai hak-hak perangkat desa yang tidak terpenuhi, khususnya menyangkut tanah bengkok.

Tanah bengkok sejatinya merupakan bagian dari tunjangan atau kompensasi yang menjadi hak perangkat desa berdasarkan peraturan yang berlaku. Namun, hingga kini hak tersebut belum juga diberikan.

Tak hanya itu, ketidakpuasan juga mencuat terhadap kinerja Kuwu Ciledug Tengah, Yudi Irwansyah. Perangkat desa mengeluhkan minimnya kehadiran kuwu di kantor desa.

Situasi tersebut dinilai memperburuk komunikasi dan koordinasi internal, serta mengganggu stabilitas kerja aparatur desa.

“Kami sudah cukup bersabar. Tapi kalau hak tidak diberikan dan pemimpin jarang ada di tempat, bagaimana bisa roda pemerintahan desa berjalan baik?” ujar salah satu perangkat yang enggan disebutkan namanya.

Solidaritas Perangkat, Pelayanan Lumpuh

Sebagai bentuk protes, seluruh perangkat desa menyatakan mogok kerja dan menutup sementara seluruh aktivitas pelayanan. Akibatnya, warga yang datang ke kantor desa untuk mengurus keperluan administratif seperti surat pengantar, legalisir dokumen, hingga konsultasi bantuan sosial, terpaksa pulang dengan tangan kosong.

Dedi, salah satu warga yang hendak mengurus surat pengantar ke RT, mengungkapkan kekecewaannya. Ia mengaku tidak mendapatkan informasi sebelumnya mengenai aksi mogok ini.

“Saya dari pagi datang ke kantor desa. Ternyata ditutup. Petugas desa tidak ada. Katanya mogok. Kami yang warga ini jadi korban, padahal urusan penting,” keluhnya.

Kuwu Belum Beri Penjelasan

Sampai berita ini diturunkan, Kuwu Ciledug Tengah, Yudi Irwansyah, belum memberikan tanggapan resmi. Awak media yang berupaya menghubungi melalui pesan singkat maupun telepon belum mendapatkan respons. Kantor desa juga terlihat kosong tanpa satu pun perangkat yang berjaga.

Warga dan sejumlah tokoh masyarakat setempat menyayangkan konflik internal yang sampai berdampak langsung terhadap pelayanan publik.

Mereka mendesak agar pihak Kecamatan Ciledug dan Pemerintah Kabupaten Cirebon segera turun tangan menyelesaikan persoalan ini secara adil dan menyeluruh.

“Kalau tidak cepat diselesaikan, masyarakat akan makin dirugikan. Jangan sampai urusan internal perangkat desa mengorbankan kebutuhan warga,” kata Sarnata, tokoh masyarakat Ciledug Tengah.

Pemerintah Kecamatan Diminta Bertindak

Situasi ini pun mendapat perhatian dari berbagai kalangan, termasuk Forum Warga Peduli Desa yang menilai mogok kerja perangkat desa sebagai bentuk perlawanan administratif akibat ketidakjelasan kebijakan dari pemimpin desa.

Menurut Ketua Forum, Hasan Basri, konflik di tubuh pemerintahan desa seharusnya tidak dibiarkan berlarut. Ia mendorong pihak Kecamatan Ciledug melakukan klarifikasi langsung kepada seluruh pihak.

“Kita butuh kepastian dan penengah. Kecamatan harus memanggil perangkat dan kuwu, cari akar masalah, dan mediasi. Jangan tunggu sampai warga turun ke jalan,” ujarnya.

Hasan juga menyarankan agar pemerintah daerah melalui Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Cirebon melakukan evaluasi menyeluruh terhadap tata kelola pemerintahan desa.

Masalah Tanah Bengkok, Isu Lama yang Belum Usai

Tanah bengkok kerap menjadi polemik di banyak desa, tak terkecuali Ciledug Tengah. Meski dalam regulasi disebut sebagai bagian dari hak perangkat, namun dalam praktik, distribusi dan pengelolaannya kerap menimbulkan konflik. Isu ini kembali mencuat setelah sejumlah perangkat mengaku tidak mendapatkan bagian haknya sejak awal menjabat.

Pengamat kebijakan publik Universitas Swadaya Gunung Jati (UGJ) Cirebon, Dr. Iwan Sulistyo, mengatakan bahwa konflik seperti ini menunjukkan lemahnya transparansi dan akuntabilitas dalam manajemen aset desa.

“Tanah bengkok harus diatur jelas dalam perdes (peraturan desa) atau dituangkan dalam dokumen administrasi. Kalau tidak, ya bisa jadi bom waktu,” jelasnya.

Menurutnya, Pemkab harus memperketat pengawasan dan pembinaan terhadap perangkat desa dan kepala desa agar konflik semacam ini tidak menjadi preseden buruk bagi pemerintahan desa lainnya.

Harapan Akan Penyelesaian Damai dan Layanan Normal Kembali

Warga berharap agar pelayanan desa dapat kembali berjalan normal secepatnya. Mereka menuntut adanya kejelasan status tanah bengkok, peningkatan kehadiran dan komunikasi Kuwu, serta dibangunnya hubungan kerja yang lebih harmonis antarperangkat.

Beberapa warga bahkan menyatakan kesiapannya untuk memediasi jika dibutuhkan. Terlebih, pelayanan administrasi desa sangat vital dalam berbagai urusan seperti pengurusan KTP, KK, hingga bantuan sosial.

“Kami siap bantu mediasi asal dua belah pihak mau duduk bareng. Yang penting, warga jangan terus dirugikan,” ujar Kholifah, seorang ibu rumah tangga yang juga Ketua RT setempat.

Situasi di Desa Ciledug Tengah kini menjadi perhatian publik dan menjadi cermin bahwa konflik internal pemerintahan desa, jika tidak segera diselesaikan, bisa mengganggu pelayanan dan merugikan masyarakat secara langsung.

BSP GROUP

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *