Petani Milenial Cirebon Kritik Minimnya Dukungan Pemerintah untuk Pertanian Organik

KIM
Shobirin saat meracik pupuk organik cair berbahan dasar air kelapa, air cucian beras, tetes tebu, dan buah jeruk di kebunnya di Desa Sampih, Cirebon. (foto: adainfo.id)

adainfo.id – Salah satu petani milenial asal Desa Sampih, Kecamatan Susukanlebak, Kabupaten Cirebon, Mohammad Shobirin, menyuarakan kekecewaannya terhadap kurangnya perhatian pemerintah daerah dalam pengembangan pertanian organik.

Meski telah tujuh tahun konsisten menggeluti pertanian ramah lingkungan, Shobirin mengaku tidak pernah tersentuh program maupun bantuan dari pemerintah, baik di tingkat kabupaten maupun melalui wakil rakyat di DPRD Kabupaten Cirebon.

“Pemerintah tidak serius menerapkan sistem pertanian organik di Kabupaten Cirebon,” tegas Shobirin saat ditemui di lahan pertaniannya, Rabu (3/9/2025).

Shobirin yang juga aktif di Jaringan Petani Ciayumajakuning menuturkan bahwa dirinya kini mengelola lahan sawah seluas satu hektare dengan sistem organik penuh. Dari lahan tersebut, ia mampu menghasilkan beras organik yang setiap musim panen selalu habis diserap pelanggan tetap.

“Alhamdulillah, walaupun tanpa bantuan pemerintah, kami tetap bisa panen dan ada pembelinya. Artinya, pasar organik itu ada, tinggal bagaimana pemerintah serius atau tidak mendukung,” tambahnya.

Seluruh proses pertanian dilakukan dengan metode alami. Mulai dari pemilihan benih, pembuatan pupuk organik, hingga perawatan tanaman, ia tegaskan tanpa menggunakan bahan kimia sintetis.

Tak Dilibatkan, Tapi Tetap Melangkah

Menanggapi kegiatan anggota DPRD Kabupaten Cirebon, Hasan Basori, yang baru-baru ini menyalurkan bantuan Pupuk Hayati Cair (PHC) kepada kelompok tani di Desa Curug Wetan, Shobirin mengaku tidak dilibatkan.

Meski demikian, ia enggan mempermasalahkan hal itu.

“Saya tidak diajak, tapi enggak masalah. Mungkin fokus mereka ke kelompok lain. Saya tetap lanjut dengan pertanian organik,” ujarnya singkat.

Sebagai catatan, penyaluran PHC yang dilakukan Hasan Basori pada Selasa (2/9/2025) merupakan bagian dari program pendampingan pertanian berkelanjutan. Namun, bantuan tersebut belum menyentuh Desa Sampih, tempat Shobirin mengembangkan pertanian organik secara mandiri.

Walau berjalan sendiri, Shobirin tetap konsisten menyebarkan edukasi kepada masyarakat sekitar mengenai pentingnya pertanian organik dalam menjaga kualitas tanah sekaligus memastikan keamanan pangan lokal.

Ia bahkan kerap berbagi ilmu membuat pupuk organik cair (POC) racikan sendiri dari bahan alami yang mudah ditemukan di sekitar, seperti air kelapa, air cucian beras, tetes tebu, dan buah jeruk.

“Kami buat pupuk dari bahan yang tersedia di sekitar. Murah, sehat, dan tidak merusak tanah,” jelasnya sambil menunjukkan tong berisi fermentasi pupuk organik cair.

Baginya, pertanian organik adalah jawaban untuk menghadapi krisis pangan sekaligus mengurangi ketergantungan petani terhadap pupuk kimia yang harganya kian mahal.

Pasar Organik Ada, Tunggu Keseriusan Pemerintah

Shobirin menilai salah satu kendala utama petani organik bukan pada produksi, melainkan pada dukungan regulasi dan akses pasar.

Menurutnya, permintaan pasar terhadap beras organik sebenarnya cukup besar. Konsumen menengah ke atas, terutama yang peduli pada kesehatan dan lingkungan, sudah mulai beralih ke produk pertanian organik. Namun, tanpa dukungan pemerintah, rantai distribusi dan akses ke pasar yang lebih luas sulit tercapai.

“Banyak orang mau beli beras organik, tapi kalau petani dibiarkan sendiri, skalanya kecil. Pemerintah seharusnya hadir memberi jalan agar produk kami bisa masuk pasar modern atau program pangan lokal,” paparnya.

Lebih jauh, Shobirin berharap ke depan ada perhatian lebih dari pemerintah daerah maupun legislatif terkait penguatan ekosistem pertanian organik. Dukungan tersebut bisa berupa pelatihan, penyediaan sarana produksi, subsidi pupuk organik, hingga pembukaan akses pasar.

“Pertanian organik itu bukan sekadar tren, tapi kebutuhan. Kalau pemerintah mau serius, kami siap kolaborasi,” pungkasnya.

Suara Shobirin menambah panjang daftar kritik dari kalangan petani muda di Cirebon yang merasa program pertanian masih terlalu berorientasi pada pupuk kimia.

Padahal, Perda Provinsi Jawa Barat Nomor 11 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Pertanian Organik secara jelas mendorong penerapan sistem organik di seluruh kabupaten/kota.

Dengan konsistensinya, Shobirin menjadi contoh nyata bahwa pertanian organik bisa berjalan meski tanpa dukungan pemerintah. Namun, keberlanjutannya jelas akan lebih kuat jika ada perhatian serius dari pemangku kebijakan.

BSP GROUP

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *