PN Depok Klarifikasi Polemik Constatering
adainfo.id – Pengadilan Negeri (PN) Depok akhirnya angkat bicara menanggapi pernyataan yang disampaikan Kantor Hukum Andi Tatang Supriyadi & Rekan terkait permohonan constatering atas objek sengketa tanah dalam perkara perdata yang telah diputus.
Melalui Juru Bicaranya, Andry Eswin, PN Depok memberikan penjelasan kepada awak media bahwa seluruh rangkaian proses hukum perkara Nomor 83/Pdt.G/2023/PN Dpk telah dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum acara perdata yang berlaku. Penegasan ini disampaikan dalam konferensi pers yang berlangsung pada Kamis (3/7/2025) di Kantor PN Depok.
Dalam perkara tersebut, PN Depok telah memanggil seluruh pihak yang terlibat, termasuk Tergugat I, Tergugat II, dan Turut Tergugat. Namun, pada saat persidangan berlangsung, hanya Turut Tergugat yang hadir di ruang sidang. Sementara itu, Tergugat I dan II tidak pernah hadir maupun mengutus kuasa hukumnya untuk hadir, meskipun telah dipanggil secara resmi sebanyak tiga kali.
Pemanggilan tersebut dilakukan melalui Relaas Panggilan (Surat Tercatat) pada tanggal 28 April 2023, 16 Mei 2023, dan 30 Mei 2023. Berdasarkan ketentuan, pemanggilan telah dilakukan secara sah dan patut, sehingga proses persidangan dapat dilanjutkan meski tanpa kehadiran para tergugat.
Proses Mediasi Tidak Berhasil, Persidangan Dilanjutkan
Persidangan kemudian dilanjutkan dengan agenda mediasi antara Penggugat dan Turut Tergugat, namun mediasi tersebut tidak membuahkan hasil. Majelis Hakim kemudian meneruskan sidang ke tahap pembacaan gugatan, replik-duplik, pembuktian surat, pemeriksaan setempat (plaatsopneming), pemeriksaan saksi, hingga pengambilan kesimpulan.
“Proses perkara ini sudah berjalan sesuai jalur hukum. Pemeriksaan setempat pun sudah dilakukan secara resmi pada 18 Agustus 2023,” jelas Andry Eswin.
Putusan Hakim Menyatakan Tergugat Lakukan PMH
Pada akhirnya, Putusan Majelis Hakim dalam perkara Nomor 83/Pdt.G/2023/PN Dpk dibacakan pada Kamis, 26 Oktober 2023. Dalam putusannya, hakim menyatakan bahwa Tergugat I dan Tergugat II telah terbukti melakukan Perbuatan Melawan Hukum (PMH).
Putusan tersebut berkekuatan hukum tetap (inkracht), namun tidak langsung dieksekusi karena Tergugat I dan II masih melakukan upaya hukum luar biasa.
Mahkamah Agung Tolak Permohonan Peninjauan Kembali
Tergugat I (Ny. Tjoen Djan) dan Tergugat II (Sutopo) melalui kuasa hukumnya mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung RI pada 27 Mei 2024. Namun, dalam putusan PK yang telah dibacakan, Mahkamah Agung memutuskan untuk menolak permohonan PK tersebut.
MA menyatakan bahwa permohonan para tergugat tidak dapat dibenarkan, karena tidak ada novum (bukti baru) yang bersifat menentukan sebagaimana diatur dalam Pasal 67 huruf b Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung yang telah beberapa kali diubah, terakhir dengan UU No. 3 Tahun 2009.
Selain itu, tidak ditemukan kekhilafan hakim atau kekeliruan yang nyata dalam putusan pengadilan tingkat pertama (judex facti).
Menurut Andry Eswin, proses persidangan termasuk pemeriksaan setempat atas objek sengketa dan panggilan terhadap para pihak telah dilakukan sesuai mekanisme yang benar.
“Relaas panggilan telah disampaikan dan diterima oleh pihak Tergugat II. Bahkan, berita acara sidang pemeriksaan setempat juga telah disusun secara resmi, yang membuktikan bahwa proses verifikasi objek telah tuntas,” tegasnya.
Dengan demikian, lanjut Andry, tidak ada pelanggaran hukum acara maupun kejanggalan prosedural sebagaimana yang sempat dituding oleh pihak penggugat dalam pemberitaan sebelumnya.
Dalam konteks permohonan constatering yang sempat diajukan oleh Kantor Hukum Andi Tatang Supriyadi & Rekan, PN Depok menilai bahwa permintaan tersebut belum dapat diproses karena tidak memenuhi dasar hukum.
“Constatering hanya dapat dilakukan apabila ada perintah resmi dari Ketua Pengadilan, dan dalam perkara ini semua sudah diproses sesuai prosedur. Putusan pun sudah inkracht dan upaya hukum luar biasa telah ditolak oleh Mahkamah Agung,” terang Andry.