Proyek Disrumkim Kota Depok Disorot Masyarakat
adainfo.id – Proyek pembangunan Masjid Jati Jajar senilai lebih dari Rp13 miliar yang saat ini tengah berjalan di Kota Depok, memunculkan polemik baru. Lembaga Swadaya Masyarakat Gerakan Pemantau Korupsi dan Nepotisme (GPKN) mengungkap adanya indikasi penyalahgunaan dalam pelaksanaan proyek tersebut, termasuk dugaan pinjam bendera perusahaan sebagai pelaksana proyek.
Tak hanya itu, GPKN juga menemukan kejanggalan lain dalam pelaksanaan sejumlah proyek peningkatan jalan dan drainase yang tersebar di 22 perumahan di Kota Depok yang dibiayai melalui anggaran pemerintah daerah sejak tahun 2021 hingga 2023.
Aset Fasum-Fasos Belum Diserahkan ke Pemkot Depok
Ketua GPKN, Soleh, menyampaikan bahwa proyek-proyek yang dilakukan oleh Dinas Perumahan dan Permukiman (Disrumkim) Kota Depok tersebut berpotensi melanggar peraturan, karena dilakukan di perumahan yang belum menyerahkan fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos) ke pemerintah kota.
“Data yang kami himpun menunjukkan bahwa banyak pengembang belum menyerahkan fasum dan fasos kepada Pemkot Depok. Tapi anehnya, pemerintah sudah mengucurkan anggaran APBD untuk membangun dan meningkatkan infrastruktur di kawasan tersebut,” ujar Soleh, Selasa (15/7/2025).
Soleh merujuk pada Permendagri Nomor 9 Tahun 2009, khususnya Bab XII Pasal 25 ayat 1 dan 2, yang menegaskan bahwa;
-
Pembiayaan prasarana, sarana, dan utilitas sebelum penyerahan menjadi tanggung jawab pengembang.
-
Pembiayaan setelah penyerahan barulah menjadi tanggung jawab pemerintah dan bersumber dari APBD.
“Jelas dalam aturan, jika belum diserahterimakan, maka masih jadi tanggung jawab pengembang. Tapi ini pemerintah daerah justru menggunakan APBD sebelum aset diserahkan. Itu pelanggaran,” tegasnya.
Potensi Tindak Pidana Korupsi
GPKN menilai, penggunaan APBD untuk membiayai pembangunan infrastruktur di atas lahan yang belum berstatus aset pemerintah daerah berpotensi masuk ke ranah tindak pidana korupsi (Tipikor).
“Ini sangat jelas melanggar aturan dan bisa dikategorikan penyalahgunaan anggaran negara. Kalau dibiarkan, ini preseden buruk bagi tata kelola keuangan daerah,” kata Soleh.
Menindaklanjuti berbagai temuan tersebut, GPKN berencana segera melaporkan proyek-proyek bermasalah ini ke aparat penegak hukum (APH). GPKN juga akan melampirkan dokumen pendukung dan data lapangan sebagai bukti awal pelanggaran.
“Kami tidak akan diam. Semua data akan kami bawa ke APH, baik itu kepolisian, kejaksaan maupun KPK. Ini uang rakyat dan harus dipertanggungjawabkan,” tegas Soleh.
Disrumkim Bungkam Saat Dimintai Konfirmasi
Sementara itu, Refly, perwakilan dari Dinas Rumkim Kota Depok, tidak memberikan tanggapan saat dikonfirmasi oleh media melalui pesan WhatsApp terkait temuan GPKN.
“Kami sudah kirim pertanyaan kepada Refly mengenai dugaan ini, tapi hingga berita ini diterbitkan, belum ada respons,” tulis salah satu awak media yang menghubungi.
Proyek pembangunan Masjid Jati Jajar senilai Rp13 miliar lebih juga tidak luput dari sorotan GPKN. Selain mempertanyakan pelaksana proyek yang dianggap tidak transparan, muncul dugaan bahwa pelaksanaan proyek menggunakan “bendera pinjaman” perusahaan lain, yang berarti tidak sesuai dengan prinsip pelelangan dan pelaksanaan proyek konstruksi yang sah.
Sementara itu, Soleh meminta Pemerintah Kota Depok untuk segera melakukan audit menyeluruh terhadap proyek-proyek yang ditangani Dinas Rumkim.
“Pemerintah tidak boleh tutup mata. Jangan sampai ada yang mencoba menutupi pelanggaran ini. Jika dibiarkan, ini bisa menjadi bom waktu,” ujarnya.