Saksi Ahli Ragukan Visum Pada Kasus RK
adainfo.id – Sidang lanjutan kasus dugaan tindak pidana asusila terhadap anak di bawah umur dengan terdakwa anggota DPRD Kota Depok, RK kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Kota Depok, Senin (01/09/2025).
Agenda persidangan kali ini menghadirkan tiga saksi ahli A De Charge atau saksi meringankan dari pihak terdakwa.
Kuasa hukum terdakwa, Zaenudin, mengungkapkan adanya kejanggalan pada hasil visum et repertum korban yang dilakukan pasca laporan pada 23 September 2024, atau enam bulan setelah peristiwa yang dilaporkan terjadi.
Saksi Ahli Beberkan Sejumlah Kejanggalan Visum
Dalam persidangan, saksi ahli forensik dari RS UI, dr. Made Mira, memaparkan bahwa hasil visum yang dilakukan terlalu lama sejak kejadian, sehingga keabsahannya dapat dipertanyakan.
“Visum tersebut dilakukan enam bulan setelah kejadian yang disebut-sebut terjadi di Purwakarta, tepatnya pada 23-24 Mei 2024. Jarak waktu ini sangat panjang, sehingga validitasnya lemah,” ujar Zaenudin kepada wartawan usai persidangan.
Menurutnya, visum tidak serta-merta dilakukan begitu korban datang ke rumah sakit. Prosesnya didahului anamnesis atau wawancara mengenai kronologi peristiwa. Hal itu dianggap tidak cukup kuat untuk dijadikan bukti tunggal dalam persidangan.
Selain soal jarak waktu, saksi ahli juga menyoroti kompetensi dokter dari RS Pusdokes Polri yang melakukan pemeriksaan.
“Saksi ahli kami menyampaikan bahwa dokter yang melakukan visum tidak memiliki spesialisasi langsung di bidang forensik visum. Secara formil dan materiil, surat visum itu bisa diragukan sehingga tidak layak menjadi bukti yang memberatkan terdakwa,” jelas Zaenudin.
Selain ahli forensik, pihak terdakwa juga menghadirkan ahli pidana perlindungan anak, Dr. Diding Rahmat.
Dalam persidangan, ia menjelaskan bahwa UU Perlindungan Anak dibuat bukan semata-mata untuk menghukum, melainkan menempatkan kepentingan terbaik bagi anak sebagai prioritas utama.
“Tidak semua dugaan tindak pidana terhadap anak harus diproses secara pidana. Jika ada cara lain yang lebih baik demi kepentingan anak, maka itu bisa dipilih,” ujar Zaenudin mengutip keterangan saksi ahli.
Pernyataan ini menimbulkan diskusi di ruang sidang, mengingat kasus yang menjerat RK termasuk kategori sensitif.
Dakwaan Alternatif Jaksa Dinilai Tanda Keraguan
Saksi ahli ketiga, Dr. Slamet Lumban Gaol, seorang ahli hukum pidana, menyoroti bentuk dakwaan yang disusun jaksa. Menurutnya, penggunaan sistem dakwaan alternatif menandakan adanya keraguan jaksa dalam menjerat terdakwa.
“Jika jaksa menggunakan dakwaan alternatif, artinya ada ketidakpastian bukti. Ini bisa menjadi indikasi bahwa jaksa sendiri belum yakin dengan tuduhan yang ditujukan kepada terdakwa,” papar Zaenudin.
Fakta Persidangan: Tidak Ada Bukti Memberatkan
Menurut kuasa hukum, sepanjang 12 kali sidang yang telah berlangsung, tidak ada satu pun saksi maupun barang bukti yang secara langsung menguatkan tuduhan terhadap RK.
“Semua saksi maupun bukti yang dihadirkan JPU tidak ada yang memberatkan. Sebaliknya, saksi-saksi ahli yang kami hadirkan justru membantah adanya tindak pidana pencabulan atau persetubuhan,” tegas Zaenudin.
Sementara itu, sidang lanjutan akan kembali digelar pada Senin, 8 September 2025 dengan agenda pembacaan tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Selanjutnya, persidangan akan memasuki tahap pledoi atau pembelaan terdakwa, lalu replik-duplik, hingga akhirnya pembacaan vonis hakim.
“Masih ada sekitar lima agenda persidangan lagi hingga putusan hakim. Kami berharap fakta-fakta yang sudah terungkap dapat menjadi pertimbangan majelis dalam menjatuhkan vonis,” tutup Zaenudin.