Tiga Desa di Cirebon Desak Pemkab Ambil Alih Pengelolaan TPST Terowongan Sampah

KIM
Tumpukan sampah di TPST Terowongan Mertapada Cirebon (foto: adainfo.id).

adainfo.id – Permasalahan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) yang berlokasi di perbatasan tiga desa di Kecamatan Astanajapura, Kabupaten Cirebon, kembali menuai sorotan tajam. Ketiga desa tersebut adalah Mertapada Wetan, Mertapada Kulon, dan Sidamulya. Warga menyebut lokasi itu dengan istilah “Terowongan Sampah Mertapada” karena posisinya berada di samping terowongan rel kereta api dan selalu dipenuhi tumpukan sampah yang sulit ditertibkan.

Pemandangan yang semula diharapkan menjadi kawasan pengelolaan sampah terpadu, kini berubah menjadi lautan sampah terbuka yang memunculkan bau menyengat dan menimbulkan kesan kumuh di sepanjang jalur penghubung Astanajapura–Lemahabang.

Sulit Dikendalikan Meski Sudah Dihalang

Menurut Ahmad Sabik, perangkat Desa Mertapada Kulon, pemerintah desa sudah melakukan berbagai upaya agar warga tidak lagi membuang sampah di lokasi tersebut.

Namun, upaya itu belum membuahkan hasil karena posisi TPST yang sangat strategis di pinggir jalan provinsi membuat lokasi tersebut tetap menjadi tempat favorit masyarakat untuk membuang sampah.

“Kami sudah berupaya menutup aksesnya dengan bambu dan memasang papan larangan, tapi tetap saja warga membuang sampah di situ. Lokasinya strategis, banyak orang lewat, langsung buang sampah begitu saja,” ujar Ahmad saat ditemui di lokasi, Sabtu (18/10/2025).

Ia menegaskan bahwa permasalahan ini bukan hanya disebabkan oleh warga tiga desa sekitar, melainkan juga oleh masyarakat dari luar wilayah yang turut membuang sampah di sana.

“Setiap kali dibersihkan, tidak lama kemudian menumpuk lagi. Ini sudah di luar kendali pemerintah desa,” katanya.

Jadi Citra Buruk Bagi Desa Sekitar

Ahmad menilai, keberadaan TPST di perbatasan tiga desa kini menjadi citra buruk bagi daerah setempat.

Warga banyak mengeluhkan bau tidak sedap, tumpukan sampah yang menggunung, serta pemandangan yang merusak estetika wilayah. Kondisi ini dinilai mencoreng wajah lingkungan yang seharusnya dijaga bersama.

“Padahal kami sudah berusaha menjaga kebersihan lingkungan. Tapi karena lokasinya di perbatasan dan tidak ada pengawasan langsung dari dinas, akhirnya sulit dikendalikan,” ungkapnya.

Ia berharap agar Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Cirebon turun tangan langsung dan mengambil alih pengelolaan TPST tersebut.

“Kami ingin DLH yang mengatur, karena ini sudah menjadi persoalan lintas desa. Kalau hanya satu desa yang bergerak, hasilnya tidak akan maksimal,” tegas Ahmad.

Harapan Pengalihan ke Pemkab

Senada dengan Ahmad, Mahmud, perangkat Desa Mertapada Wetan, juga menyampaikan keresahan yang sama.

Menurutnya, meskipun lahan TPST berada di wilayah administratif Desa Mertapada Kulon, namun dampak dari keberadaannya juga dirasakan oleh warga di Mertapada Wetan.

“Bau dan tumpukan sampahnya sampai ke wilayah kami. Bahkan, tidak sedikit warga Mertapada Wetan yang ikut membuang sampah di sana karena jaraknya dekat dan tidak ada tempat pembuangan lain,” katanya.

Ia menambahkan bahwa ketiga desa telah berkoordinasi untuk mengusulkan agar tanggung jawab pengelolaan TPST diserahkan kepada pemerintah daerah melalui DLH Kabupaten Cirebon.

Menurutnya, langkah ini merupakan solusi paling realistis untuk menghindari konflik antarwilayah dan memperjelas tanggung jawab pengelolaan.

“Kalau dibiarkan, lama-lama bisa jadi gunungan sampah yang mencemari lingkungan dan menurunkan nilai estetika wilayah. Kami ingin Pemkab segera mengambil langkah konkret,” ujarnya.

Desakan untuk Tindakan Tegas

Ketiga pemerintah desa, yakni Mertapada Wetan, Mertapada Kulon, dan Sidamulya, kini kompak mendesak Pemkab Cirebon untuk segera mengambil alih pengelolaan TPST Terowongan Sampah.

Mereka menilai, hanya pemerintah kabupaten yang memiliki kewenangan dan sumber daya memadai untuk menangani permasalahan sampah lintas wilayah.

“Selama ini, kami hanya bisa menutup akses, memasang papan larangan, dan membersihkan secara berkala. Tapi tanpa solusi jangka panjang, semua akan sia-sia,” tutur Ahmad Sabik.

Selain menyebabkan bau tidak sedap, tumpukan sampah di area tersebut juga berpotensi mencemari air tanah dan menjadi sarang penyakit.

Apalagi lokasi TPST berada di jalur lalu lintas utama yang ramai dilalui kendaraan antar kecamatan.

Warga berharap agar DLH Cirebon segera melakukan langkah-langkah nyata, seperti menutup lokasi pembuangan liar itu, menyediakan tempat baru yang lebih layak, serta menertibkan masyarakat yang masih membuang sampah sembarangan.

“Intinya, kami ingin ada penanganan menyeluruh. Karena kalau hanya desa yang bergerak, hasilnya tidak maksimal. Ini sudah menyangkut lintas wilayah dan menjadi tanggung jawab bersama,” tegas Ahmad.

Respons Pemerintah Daerah Dinanti

Sampai saat ini, belum ada pernyataan resmi dari Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Cirebon terkait desakan tiga desa tersebut.

Namun, masyarakat menilai bahwa masalah ini sudah cukup lama terjadi dan tidak bisa dibiarkan berlarut-larut.

Aktivis lingkungan lokal pun mulai ikut bersuara, menyoroti lemahnya koordinasi antara pemerintah desa dan dinas lingkungan hidup dalam menangani sampah rumah tangga di wilayah perbatasan.

Mereka mendorong agar Pemkab Cirebon segera turun langsung untuk melakukan evaluasi lapangan dan mengambil langkah strategis.

Bagi warga sekitar, harapan kini tertuju pada kebijakan cepat dan tegas dari pemerintah daerah. Mereka ingin “Terowongan Sampah Mertapada” tidak lagi menjadi simbol kegagalan pengelolaan lingkungan, melainkan titik awal perbaikan tata kelola sampah di Cirebon bagian timur.

BSP GROUP

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *