Tiga Lembaga Terkait Kasus RSUD Waled Akhirnya Temui Keluarga Korban
adainfo.id – Kasus dugaan pelecehan seksual yang mencuat di lingkungan medis RSUD Waled, Kabupaten Cirebon, kembali menarik perhatian publik.
Setelah sebelumnya sempat menjadi perbincangan hangat, tiga institusi yang disebut-sebut terkait dalam peristiwa tersebut (Universitas Padjadjaran (Unpad), Universitas Swadaya Gunung Jati (Unswagati), dan RSUD Waled) akhirnya mendatangi keluarga korban untuk memberikan dukungan moral sekaligus menunjukkan tanggung jawab sosial atas peristiwa yang kini tengah dalam proses penyelidikan pihak kepolisian.
Menurut informasi yang dihimpun, ketiga pihak hadir untuk menyampaikan rasa keprihatinan mendalam dan memastikan bahwa kasus ini akan ditangani sesuai prosedur hukum yang berlaku tanpa ada upaya penutupan atau perlindungan terhadap pihak mana pun yang diduga terlibat.
Tokoh masyarakat Cirebon Timur sekaligus pemerhati sosial, R. Hamzaiya, S.Hum, mengapresiasi langkah yang diambil oleh Unpad, Unswagati, dan RSUD Waled tersebut.
Ia menilai, langkah tersebut merupakan sinyal positif bahwa institusi akademik dan medis tidak menutup mata terhadap persoalan yang menyangkut integritas dan moralitas tenaga pendidik maupun tenaga kesehatan.
“Ini langkah yang tepat untuk menunjukkan empati dan tanggung jawab moral. Tapi karena sudah ada laporan resmi di kepolisian, semua pihak harus menghormati proses hukum yang berjalan,” ujar Hamzaiya, Selasa (11/11/2025).
Ia menilai bahwa kehadiran langsung lembaga terkait ke rumah keluarga korban memiliki makna sosial yang penting.
Selain bentuk kepedulian, hal ini dapat menjadi awal komunikasi yang sehat antara institusi dan masyarakat.
Dengan demikian, kepercayaan publik terhadap dunia pendidikan dan kesehatan dapat kembali terbangun.
Hormati Proses Hukum yang Sedang Berjalan
R. Hamzaiya menegaskan bahwa kasus dugaan pelecehan seksual di RSUD Waled kini sepenuhnya menjadi domain penegak hukum.
Ia mengingatkan agar semua pihak tidak mengeluarkan pernyataan yang berpotensi memengaruhi proses penyelidikan.
“Hukum harus berpihak pada kebenaran, dan korban harus mendapatkan perlindungan yang semestinya. Ini bukan hanya soal individu, tapi juga menyangkut kredibilitas lembaga yang menaunginya,” ujarnya.
Ia menekankan pentingnya transparansi dan tanggung jawab moral dari pihak-pihak yang terlibat.
Publik, kata Hamzaiya, kini menunggu bukti nyata bahwa lembaga pendidikan dan kesehatan bisa bersikap terbuka, tidak menutup-nutupi kasus, serta berani menegakkan keadilan secara objektif.
Empati Jangan Berhenti pada Simbolik
Meski mengapresiasi langkah pertemuan dengan keluarga korban, R. Hamzaiya menegaskan agar tindakan tersebut tidak berhenti pada tataran simbolik semata.
Menurutnya, empati yang ditunjukkan harus diwujudkan dalam bentuk konkret, baik berupa pendampingan psikologis, perlindungan hukum, maupun pemulihan sosial bagi korban.
“Korban butuh dukungan nyata, bukan sekadar pernyataan maaf atau belasungkawa formal. Empati harus diwujudkan melalui tindakan nyata dan langkah keberlanjutan,” katanya.
Ia juga meminta agar lembaga terkait memperkuat sistem pengawasan internal agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan.
Dunia Akademik dan Medis Harus Jadi Ruang Aman
Lebih jauh, Hamzaiya menilai kasus dugaan pelecehan seksual di RSUD Waled ini menjadi peringatan keras bagi dunia akademik dan medis.
Ia menekankan pentingnya memperkuat integritas, memperjelas mekanisme pelaporan, serta memastikan adanya sistem perlindungan bagi korban.
“Dunia akademik dan medis harus menjadi ruang aman, bukan tempat yang menakutkan bagi mahasiswa atau tenaga medis karena adanya penyalahgunaan kekuasaan,” ujarnya.
Ia juga menyoroti kecenderungan bahwa korban sering kali mendapat tekanan sosial, bahkan disalahkan ketika berani melapor.
Menurutnya, masyarakat harus mengubah cara pandang terhadap korban dengan memberikan dukungan moral, bukan stigma negatif.
Harapan kepada Aparat Penegak Hukum
Dengan adanya laporan resmi ke kepolisian, publik kini menaruh harapan besar kepada aparat penegak hukum agar bekerja secara profesional dan independen.
Hamzaiya menegaskan bahwa proses hukum harus bebas dari intervensi serta dijalankan dengan penuh transparansi.
“Kita semua menunggu bagaimana penegak hukum menindaklanjuti kasus ini. Jangan ada tekanan, jangan ada keberpihakan. Tegakkan hukum secara adil agar kebenaran benar-benar terungkap,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa jika hukum ditegakkan dengan baik, maka kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pendidikan dan fasilitas kesehatan dapat pulih kembali.
Kasus ini, kata Hamzaiya, harus dijadikan momentum pembenahan menyeluruh terhadap sistem etik di kedua sektor tersebut.
Di akhir pernyataannya, R. Hamzaiya mengajak seluruh elemen masyarakat, termasuk lembaga pendidikan, dunia kesehatan, dan media, untuk bersama-sama mengawal kasus ini dengan cara yang beradab dan beretika.
Ia menilai bahwa perhatian publik terhadap kasus dugaan pelecehan seksual di RSUD Waled dapat menjadi momentum perubahan bagi sistem perlindungan korban dan pembenahan etika profesi.
“Ini bukan sekadar tentang satu kasus, tapi tentang sistem yang perlu dibenahi. Masyarakat, akademisi, dan lembaga hukum harus bekerja sama agar dunia pendidikan dan medis benar-benar aman, beretika, dan berpihak pada kemanusiaan,” tutupnya.











