Turunkan Angka Stunting, Pemkab Cirebon Genjot Aksi Terpadu
adainfo.id – Pemerintah Kabupaten Cirebon terus memperkuat langkah-langkah strategis untuk percepatan pencegahan dan penurunan stunting di wilayahnya. Komitmen ini kembali ditegaskan dalam Rapat Koordinasi Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) yang digelar di ruang rapat Paseban, Setda Kabupaten Cirebon, Kamis (12/06/2025).
Wakil Bupati Cirebon, Agus Kurniawan Budiman atau yang akrab disapa Jigus, menekankan pentingnya pelaksanaan aksi konvergensi dalam mencapai target penurunan prevalensi stunting nasional.
Target yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 59 Tahun 2024 tentang RPJPN 2025–2045 mencanangkan angka stunting nasional turun menjadi 18,8 persen pada 2025 dan 14,2 persen pada 2029.
“Langkah-langkah percepatan penurunan stunting harus fokus, terintegrasi, dan menyasar kelompok rentan seperti ibu hamil, ibu menyusui, balita, remaja putri hingga calon pengantin,” ujar Jigus.
Stunting di Cirebon Naik Lagi, Perlu Aksi Serius
Meski sempat menunjukkan penurunan signifikan dari 26,5 persen (2021) menjadi 18,6 persen (2022), angka stunting di Kabupaten Cirebon justru meningkat kembali menjadi 22,9 persen pada 2023. Data tahun 2024 masih dalam proses finalisasi dan belum dirilis secara resmi.
“Ini alarm keras bagi kita semua. Tidak boleh lengah. Upaya harus diperkuat secara lintas sektor,” tegasnya.
Jigus menambahkan bahwa stunting bukan hanya urusan dinas kesehatan, tetapi menjadi tanggung jawab bersama seluruh OPD, swasta, akademisi, serta elemen masyarakat.
Penguatan TPPS dan TPK Hingga Desa
Pemkab Cirebon menaruh perhatian serius pada penguatan struktur dan peran Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) hingga tingkat desa.
Selain itu, Tim Pendamping Keluarga (TPK) juga akan diperkuat untuk melakukan skrining serta pendampingan keluarga berisiko stunting.
Tak kalah penting, Gerakan Orang Tua Asuh Anak Stunting akan terus digalakkan untuk memberikan dukungan langsung, baik materiil maupun psikososial, kepada keluarga yang membutuhkan.
Langkah strategis lainnya meliputi:
-
Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk anak dan ibu hamil risiko tinggi.
-
Peningkatan layanan KB dan kesehatan reproduksi.
-
Penguatan sistem rujukan kesehatan, terutama bagi keluarga prasejahtera.
-
Penyuluhan gizi dan sanitasi dasar yang menyasar komunitas.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala DPPKBP3A Kabupaten Cirebon, Eni Suhaeni, menyampaikan dukungan penuh terhadap upaya penurunan stunting melalui lima program unggulan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), yaitu:
-
GENTING (Gerakan Orang Tua Asuh Cegah Stunting)
-
TAMASYA (Taman Asuh Sayang Anak)
-
GATI (Gerakan Ayah Teladan Indonesia)
-
SIDAYA (Lansia Berdaya)
-
Aplikasi Keluarga Indonesia sebagai alat bantu pemetaan risiko.
“Kunci keberhasilan ada pada sinergi dan komitmen semua pihak. Konvergensi adalah pendekatan terbaik yang menjamin intervensi dilakukan secara tepat sasaran,” ujar Eni.
Koordinasi Lintas Sektor Jadi Fondasi Kuat
Rapat koordinasi ini tidak hanya sekadar evaluasi rutin, namun menjadi forum penting dalam menyusun strategi terpadu yang menjangkau seluruh jenjang pemerintahan — dari kabupaten, kecamatan, hingga desa dan kelurahan.
Dihadiri oleh lintas pemangku kepentingan seperti Dinas Kesehatan, Bappelitbangda, TP PKK, RSUD Arjawinangun dan Waled, serta akademisi dari Universitas Gunung Jati dan Universitas Muhammadiyah Cirebon, rapat ini menjadi wujud nyata kolaborasi multi-sektor.
Dalam forum tersebut, disoroti pula pentingnya:
-
Perencanaan terintegrasi.
-
Optimalisasi alokasi anggaran.
-
Dukungan regulasi daerah.
-
Transparansi dan publikasi data program.
Langkah ini diharapkan memperkuat akuntabilitas program di hadapan masyarakat serta menjamin keberlangsungan intervensi meski terjadi pergantian pemerintahan.
Pentingnya Gerakan Masyarakat dalam Pencegahan Stunting
Kesadaran kolektif masyarakat sangat dibutuhkan. Menurut para ahli, 70% faktor penyebab stunting dapat dicegah melalui perubahan perilaku, asupan gizi cukup, dan lingkungan yang sehat.
Oleh karena itu, pemerintah daerah akan terus mendorong edukasi publik lewat kader posyandu, PKK, dan lembaga kemasyarakatan lainnya.
Pendekatan berbasis komunitas dianggap paling efektif dalam menjangkau keluarga yang tidak tersentuh layanan formal.
“Masyarakat harus jadi bagian dari solusi. Pencegahan jauh lebih murah daripada pengobatan,” tutur salah satu dokter gizi yang hadir dalam diskusi panel.