UHC Kabupaten Cirebon Tembus 98 Persen, Pemkab Kejar Status Istimewa
adainfo.id – Pemerintah Kabupaten Cirebon kembali menunjukkan komitmennya dalam bidang kesehatan publik. Melalui kerja keras lintas sektor dan strategi yang menyasar langsung akar persoalan, Pemkab Cirebon kini membidik status Universal Health Coverage (UHC) Istimewa, sebuah predikat tertinggi dalam cakupan jaminan kesehatan nasional.
Meskipun capaiannya sudah menyentuh angka 98 persen dalam hal jumlah peserta BPJS, tantangan sebenarnya terletak pada aspek keaktifan yang masih berada di angka 71 persen.
Wakil Bupati Cirebon, Agus Kurniawan Budiman atau yang lebih akrab disapa Jigus, menegaskan bahwa pencapaian kuantitatif tidaklah cukup. Tantangan besar hari ini ada pada kualitas kepesertaan, utamanya memastikan seluruh peserta BPJS benar-benar aktif dan terlindungi.
“Sinkronisasi data adalah kunci. Kami ingin memastikan bahwa setiap warga Kabupaten Cirebon terdaftar, dan yang paling penting: aktif sebagai peserta BPJS Kesehatan,” Ujar Jigus dalam keterangannya, Kamis (19/6/2025).
Sinergi antara Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) dan BPJS Kesehatan menjadi sorotan utama. Pemadanan data antara dua lembaga ini diharapkan mampu menyelesaikan berbagai persoalan teknis yang kerap membuat status peserta nonaktif secara sistem.
Dalam catatan terakhir, 98 persen dari total penduduk Kabupaten Cirebon telah menjadi peserta BPJS. Ini sudah melebihi ambang batas 95 persen yang menjadi standar minimal cakupan UHC secara nasional.
Namun, prestasi ini seolah tereduksi oleh fakta bahwa hanya 71 persen yang benar-benar aktif, padahal syarat terbaru menuntut minimal 80 persen keaktifan.
Kondisi ini bahkan diperburuk oleh pemblokiran massal terhadap sekitar 62 ribu peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) oleh pemerintah pusat. Pemblokiran ini langsung berdampak pada penurunan angka keaktifan dari 73 persen menjadi 71 persen.
Langkah Responsif dan Progresif
Guna mengatasi tantangan tersebut, Pemkab Cirebon menggelar serangkaian strategi yang tidak hanya reaktif, tetapi juga preventif. Salah satu langkah utamanya adalah melakukan validasi digital dan pemadanan data kependudukan dengan status kepesertaan BPJS, sehingga warga yang sudah terdaftar tidak dinonaktifkan hanya karena ketidaksesuaian informasi administratif.
Selain itu, Pemkab pun memperluas layanan reaktivasi kepesertaan hingga ke tingkat desa dan kelurahan, menghadirkan petugas yang siap membantu masyarakat untuk kembali aktif sebagai peserta BPJS. Edukasi dan sosialisasi pun gencar dilakukan, menyasar wilayah-wilayah dengan tingkat keaktifan terendah.
“Ini bukan hanya soal target nasional, tapi bentuk tanggung jawab moral dan sosial kita agar semua warga mendapatkan hak pelayanan kesehatan yang layak,” ujar Jigus.
UHC Adalah Proses Bukan Tujuan
Dalam perspektif Pemkab Cirebon, UHC bukanlah sekadar pencapaian angka, melainkan representasi dari keberpihakan negara terhadap kesehatan warganya.
Jigus menyebut, status UHC Istimewa nantinya akan menjadi simbol nyata bahwa Pemerintah Daerah benar-benar hadir untuk rakyatnya, khususnya dalam akses kesehatan.
Lebih dari sekadar administrasi, UHC adalah cerminan komitmen terhadap prinsip keadilan sosial dalam sektor kesehatan.
Setiap warga, tanpa terkecuali, harus bisa mengakses layanan kesehatan yang berkualitas, tepat waktu, dan bebas diskriminasi.
Pemkab Cirebon kini berfokus pada keaktifan 80 persen, sebuah syarat mutlak untuk mengantongi status UHC Istimewa. Dengan sisa sekitar 9 persen yang harus diaktifkan kembali, Pemkab berpacu dengan waktu.
“Kalau semua bersatu, kami yakin target ini bisa tercapai. Karena ini bukan kerja pemerintah saja, tapi kerja semua elemen masyarakat,” ujar seorang petugas Puskesmas di Kecamatan Arjawinangun.
Kebijakan kesehatan bukanlah urusan birokrasi semata. Ketika seseorang tidak bisa dilayani di rumah sakit hanya karena status BPJS-nya tidak aktif, yang dipertaruhkan bukan cuma angka statistik, tapi nyawa dan martabat manusia. Oleh karena itu, Pemkab Cirebon menjadikan misi UHC sebagai panggilan kemanusiaan, bukan sekadar administratif.
“Kami tidak ingin ada warga yang terlambat ditolong hanya karena status BPJS-nya tidak aktif,” tutup Jigus.