Wamenaker Temui Driver Ojol yang Protes BHR Hanya Rp 50 Ribu
adainfo.id – Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker), Immanuel Ebenezer atau akrab di sapa Bang Noel, menemui driver ojek online (ojol) yang mendatangi Kantor Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker).
Para driver ojol ini melayangkan protes terkait pembayaran Bonus Hari Raya (BHR) yang di nilai tidak manusiawi, karena hanya mendapatkan Rp 50.000 atau lima puluh ribu rupiah (limpul).
Wamenaker Siap Menindaklanjuti Laporan Ojol
Dalam pertemuan tersebut, Bang Noel menegaskan bahwa laporan dari para driver ojol akan di tindaklanjuti karena berbasis data yang valid.
“Laporan kawan-kawan driver ini akan kita lanjutkan karena mereka laporannya berbasis data, bukan berbasis hoax atau kebohongan,” tegas Noel dalam sesi konferensi pers.
Noel juga menyatakan bahwa pihaknya akan meminta penjelasan dari aplikator atau platform digital terkait permasalahan ini.
“Kita akan coba cek juga ke para aplikator atau platform digital terkait permasalahan ini,” ujarnya.
Noel Prihatin dengan Nominal Bonus Hari Raya Ojol
Secara khusus, Noel mengaku prihatin jika benar ada driver ojol yang hanya mendapatkan BHR sebesar Rp 50.000, meskipun telah bekerja keras sepanjang tahun.
“Tega banget sih, bonus hari raya untuk Ojol di kasih lima puluh ribu rupiah. Sementara mereka sudah bekerja cukup lama,” ucap Noel dengan nada kecewa.
Noel juga menyoroti fakta bahwa banyak driver ojol yang memiliki penghasilan tahunan yang cukup besar, tetapi tetap menerima BHR yang tidak sesuai dengan ketentuan.
“Penghasilan mereka dalam setahun bisa Rp 90 juta, tapi di kasih BHR-nya cuma Rp 50 ribu. Kenapa ini bisa terjadi, tega banget sih,” cetusnya.
SPAI Desak Ojol Mengadu ke Posko THR Pemerintah
Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) turut menyoroti persoalan ini.
Ketua SPAI, Lily Pujiati, mengungkapkan bahwa ada banyak pengemudi ojol yang hanya menerima BHR sebesar Rp 50 ribu.
Oleh karena itu, SPAI menyerukan agar seluruh ojol menyambangi Posko THR Pemerintah untuk melaporkan ketidakadilan yang mereka alami.
“Di luar Jabodetabek, driver ojol dapat mendatangi Kantor Pemerintah Daerah setempat untuk mengadukan THR Ojol yang tidak manusiawi,” terang Lily.
SPAI juga mengungkapkan temuan mereka dari laporan para pengemudi ojol. Salah satu laporan menunjukkan bahwa ada driver yang berpenghasilan Rp 33 juta selama 12 bulan, tetapi hanya menerima BHR sebesar Rp 50 ribu.
Padahal, berdasarkan Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan, pengemudi ojol seharusnya mendapatkan bonus secara proporsional sesuai kinerja mereka.
BHR seharusnya di berikan dalam bentuk uang tunai dengan perhitungan sebesar 20 persen dari rata-rata pendapatan bersih bulanan selama 12 bulan terakhir.
“Dari pengaduan yang kami terima, seorang pengemudi ojol hanya mendapatkan bonus hari raya sebesar Rp 50 ribu dari pendapatannya selama 12 bulan sebesar Rp 33 juta,” tambah seorang driver ojol yang ikut melapor.
Regulasi BHR untuk Driver Ojol Perlu Di perjelas
Kasus ini kembali membuka diskusi mengenai regulasi BHR bagi pengemudi ojol yang bekerja di bawah platform digital.
Hingga kini, status hukum para driver ojol masih berada dalam zona abu-abu, antara pekerja mandiri dan pekerja dengan hubungan kerja.
Jika mengacu pada Surat Edaran Menaker, driver ojol seharusnya mendapatkan bonus sesuai dengan kinerja mereka.
Namun, dalam praktiknya, banyak aplikator yang memberikan BHR dengan jumlah sangat kecil, bahkan jauh dari angka yang seharusnya mereka terima.
Ke depan, Wamenaker bersama pihak terkait akan memastikan bahwa aturan ini dapat di tegakkan dengan baik, sehingga para driver ojol mendapatkan haknya secara layak.
Bonus Hari Raya yang di terima driver ojol sebesar Rp 50 ribu menjadi sorotan publik. Wamenaker Immanuel Ebenezer telah menerima laporan dari para driver dan akan menindaklanjuti permasalahan ini dengan memanggil pihak aplikator.
SPAI juga mengajak para driver untuk mengadu ke Posko THR Pemerintah guna memperjuangkan hak mereka.
Dengan adanya perhatian dari pemerintah, di harapkan ada solusi yang lebih adil bagi para pekerja di sektor transportasi digital.
Peraturan yang lebih jelas dan pengawasan ketat sangat di butuhkan agar kasus serupa tidak terus berulang di tahun-tahun mendatang.